Gadis kecil duduk meringkuk kedinginan.
Ingatannya berputar – putar seperti slide show yang diputar berulang – ulang pada episode sore itu di sebuah ruangan putih besar, berderet ranjang – ranjang besi, diatasnya terbaring orang – orang dengan wajah lemah tak berdaya.
Selang plastik menggantung diatas menyalurkan tetes – tetes bening dari botol infus ke jarum tajam menghujam di lengan, meninggalkan bekas tusukan – tusukan menyakitkan.
Ayahnya duduk diatas ranjang membelai sayang rambutnya yang kusam, seminggu tak keramas. Tangan satunya menggenggam tangan gadis kecil lemah tak berdaya terkulai diatas ranjang.
“Sakit nduk?”
Yang ditanya hanya menggeleng pelan sambil menyunggingkan senyum menunjukkan deretan mungil berwarna putih pucat, berharap sang ayah percaya bahwa ia tak merasakan sakit sedikitpun. Namun senyumnya malah membuat sejumput air tumpah dari mata sang ayah.
“Ayah, akan berusaha lebih giat agak kamu mendapatkan pengobatan terbaik” ucapnya dengan penekanan
“Ayah, Yuan sudah tidak sakit lagi”
“Kita pulang saja”
Sang ayah menggeleng tanda tidak setuju atas permintaan sang anak.
“Kamu boleh pulang kalau kamu sudah sembuh, ayah sedang berusaha nak”
“Ayah, jangan berkorban untuk ku,aku hanya anak yang kau pungut di tepi jalan, aku tidak berharga, orang tuaku saja tak menginginkan ku” pinta gadis kecil itu pada sang ayah.
Tentu saja permintaan itu tidak diiyakan oleh sang ayah.
“Siapa yang bilang kau tidak berharga anak ku sayang, kau anak yang baik, penurut pintar”
“Bukan kah kau ingin jadi dokter?”
“Jadi kau harus sembuh”
“Tapi Ayah...” gadis kecil itu tak bisa melanjutkan kalimatnya, sebuah cairang hangat keluar dari hidungnya. Merah pekat.
Sang ayah sigap mengambil tisyu gulung diatas meja dan membersihkan aliran darah yang keluar dari hidung putri kecilnya.
‘Tuhan, ia hanya gadis kecil yang baru berumur 8 tahun, mengapa ia harus mengalami penderitaan seberat ini’ gumannya dalam hati.
Gadis kecil duduk meringkuk diantara tumpukan kardus .
‘Ayah aku ingin mati’
Malam itu didalam kamarnya ia mendekap hidungnya yang terus mengeluarkan darah, dibalik tembok ia mendengar Istri ayahnya sedang marah.
“Apa lagi yang mau kau jual?”
“Televisi, Kulkas, perabot rumah sudah habis”
“Perhiasan ku pun menjadi korban anak pungutmu itu”
“Apa kau ingin menjual ku juga, hah?” wanita itu duduk membelakangi laki – laki berkemeja kotak kotak yang sedang menggenggam sebuah buku kecil tipis berwarna biru. Angka terakhir menunjukkan Rp. 52.399,-
“Astaghfirullah Bu, nyebut, Istighfar”
“Jangan keras – keras, Anak kita ada dikamar sebelah” kata laki – laki itu lirih, berharap sang gadis yang dimaksud sudah tidur.
“Biar dia dengar semua, biar dia tau kalau penyekit sialan itu sudah membuat kita miskin, tak punya apa – apa”
“Biar dia tahu diri, biar dia pergi minta duit sama orang tua kandungnya”
Di ruangan yang hanya terhalang tembok, gadis itu menangis dalam diam, cairan merah pekat itu tak jua berhenti mengalir, berlomba keluar dengan iar matanya. Ia tertidur dalam kesakitan.
Istri ayahnya mebawanya pulang setelah membayar biaya pengobatannya dengan uang pinjaman. Meskipun dokter malarangnya pulang.
Ia tak keberatan pulang, ia memilih menuruti kata – kata istri ayahnya. Ia tak ingin menjadi beban untuk ayahnya, sakit yang ia rasakan menjadi semakin sakit katika melihat wajah segar ayahnya dulu kini berubah menjadi kurustak terurus. Ia tak ingin ayahnya benar- benar ditinggalkan istrinya karena dia.
Gadis kecil itu tak lagi duduk meringkuk, melainkan sudah terkapar tak berdaya diatas tumpukan kardus.
Sang ayah kebingungan berlari kesana kemari mencari anaknya dibawah titik – titik air yang turun semakin deras.
Selembar photo didalam plastik bening ia tunjukan pada setiap orang yang ia temui, berharap mereka tahu keberadaan gadis kecil yang tersenyum lebar dalam photo. Dibalik photo iku tertulis sebuah pesan.
“Ayah, jangan kuatir aku akan baik – baik saja,
Ayah, maafin aku yang buat ayah sedih,
Aku tidak mau melihat ayah sedih lagi,
Ayah...
Aku sayang sama ayah”
***
Mengenang Yu Yuan
"Aku pernah datang dan aku sangat penurut”
Didramatisir oleh Suci
Wonoayu, 6 Septembar 2010
Inilah Realita Kisah Mengharukan Itu-"Yu Yuan"
Kisah ini terjadi pada tahun 2005
seorang gadis kecil di China yang menderita penyakit leukemia ganas, tetapi
mempunyai hati bak seorang malaikat.
Setelah mengetahui penyakitnya
tidak dapat disembuhkan lagi, ia rela melepaskan semuanya dan menyumbangkan
untuk anak-anak lain yang masih punya harapan serta masa depan.
Sebuah kisah nyata tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah “Saya pernah datang dan saya sangat penurut”.
Sebuah kisah nyata tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah “Saya pernah datang dan saya sangat penurut”.
Anak ini rela melepasakan
pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak
540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia.
Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya. Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya.
Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tanggal 20 bulan 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12. Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal.
Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “Saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”.
Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya. Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya.
Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tanggal 20 bulan 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12. Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal.
Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “Saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”.
Kemudian, papanya memberikan dia
nama Yu Yuan. Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang
membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu
bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras).
Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak
ini sangat penurut dan sangat patuh.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa. Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.
Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.
Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik.
Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa. Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.
Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.
Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik.
Tetapi sayangnya dari bekas
suntikan itu juga mengeluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan
bintik-bintik merah.
Dokter tersebut menyarankan
papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.
Tidak sampai sepuluh menit,
baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu
Yuan. Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk
diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia
ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar
300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang.
Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai
cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul
sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya
yang merupakan harta satu satunya.
Tapi karena rumahnya terlalu
kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat
mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan
merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun
mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun
kenapa mau mati”.
“Saya adalah anak yang dipungut,
semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit
ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.” Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan
mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan
pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala
sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah
pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari
itu meminta dua permohonan kepada papanya.
Dia ingin memakai baju baru dan
berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa
merindukan saya lihatlah melihat foto ini”. Hari kedua, papanya menyuruh bibi
menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang
memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih
dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya.
Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai
baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum.
Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air
matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan
yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar
daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini.
Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.
Ada seorang teman di-email bahkan menulis: Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta. Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup.
Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh.
Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini.
Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.
Ada seorang teman di-email bahkan menulis: Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta. Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup.
Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh.
Pada saat pertama kali melakukan
pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya,
tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan
air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah
mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan
untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung. Hari
kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan
sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan
kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang
mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh
kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang
menanyakan kabar Yu Yuan dari email.
Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah.
Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata : “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.” Fu Yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri.
Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan. Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong.... dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar.
“Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”. Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup.
Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah.
Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata : “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.” Fu Yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri.
Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan. Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong.... dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar.
“Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”. Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup.
Mula mulanya berusaha mencuri
makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan
di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya
memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah
melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut
menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap
tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya
meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat
malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia
lain.
Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah……………” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa-mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan. Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah: Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah……………” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa-mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan. Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.
Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah: Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.
Pada tanggal 24 September, anak
pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil
melakukan operasi.
Senyuman yang mengambang pun
terlukis diraut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari
kehidupan Anda, terimakasih adik Yu Yuan, kamu pasti sedang melihat kami diatas
sana. Jangan risau, kelak di batu nisan.
Kami juga akan mengukirnya dengan
kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangatpatuh”.
Sumber:Internet
NB:Untuk Menghormati Yu Yuan Gadis Kecil Penderita Leukemia Berhati Malaikat Itu, Mari Kita Share Postingan Ini Ke Teman-Teman Yang Lain Agar Mereka Turut Terinspirasi Atas Kebajikan Dan Ketulusan Yu Yuan.
Sumber:Internet
NB:Untuk Menghormati Yu Yuan Gadis Kecil Penderita Leukemia Berhati Malaikat Itu, Mari Kita Share Postingan Ini Ke Teman-Teman Yang Lain Agar Mereka Turut Terinspirasi Atas Kebajikan Dan Ketulusan Yu Yuan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Selalu hal yang telah kita lakukan baik akan nampak baik,begitu pula jika hal-hal yang kita lakukan buruk pastilah akan nampak buruk. Maka,berhati-hatilah melakukan hal-hal apa pun. Karena walau kita sudah melakukan banyak kebaikan,tetapi dengan sengaja atau pun tidak sengaja melakukan suatu kesalahan seperti hal yang buruk.
Selamanya,yang akan diingat oleh orang lain hanya keburukanmu saja..!! Walau kau sudah melakukan banyak kebaikan,itu takkan mudah untuk dihilangkan..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~#~“Yuk, Mengenal Rohis”~#~
“Rohis” adalah sebutan untuk para aktivis dakwah di sekolah-sekolah maupun di kampus-kampus. Rohis kepanjangan dari ‘kerohanian Islam’ (setahu aku sih)..hehee.. Karena memang aku juga baru-baru ini bergabung dengan organisasi yang bergerak di bidang keagamaan khususnya dalam mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Emm,,.pada awalnya sih aku merasa sangat asing dan enggan untuk bergabung karena pada awalnya aku masih ber-suudzon dan berpikiran negatif seperti ini “wanita rohis kok pakai kerudungnya gede-gede kayak atasan mukena aja? Ada yang pakai cadar pula, entar kayak disinetron-sinetron lagi..ternyata pembawa aliran sesat. laki-lakinya kok pakenya celana cingkrang, tak jarang juga pada jenggotan,pendiem dan misterius sih? entar ternyata teroris! [OMG] hiiiy..serem banget dah..!! [>_<”]”. Hhehee..Itu sih hanya pandangan dan anggapan ku saat belum mengetahui seluk beluk rohis. Selain itu, karena banyak orang awam yang mengatakan bahwa “rohis itu teroris”, dan ada juga yang beranggapan bahwa “rohis itu hanya mengajarkan ajaran-ajaran aliran sesat”, juga berbagai macam tudingan miring lainnya tentang ‘rohis’. Namun, setelah aku mengamati dan mencari informasi sendiri yang akurat dan terjamin kebenarannya, barulah pikiran negatif yang muncul pada diriku pun menjadi sirna. Mungkin juga karena faktor lingkunganku, karena aku kost disebuah rumah prestasi atau bisa dikatakan sebagai pondok pesantren khusus mahasiswa yang letaknya sangat dekat dengan kampusku. Awal mula aku dapat percaya bahwa rohis itu bukan sebuah gerakan yang mengancam atau dinilai ekstrem,mengerikan,dan lain sebagainya. Rohis itu bukanlah teroris atau pun menyebarkan ajaran aliran sesat, namun adanya rohis di sekolah maupun kampus-kampus bertujuan untuk mengingatkan para pelajar/mahasiswa yang kurang akan pemahaman agama Islam yang mendalam, hanya sedikit saja yang mengetahuinya, apalagi banyak mahasiswa yang kost. Secara otomatis tidak tinggal dengan orang tua dan jauh dari pengawasan orang tua, oleh karena itu diperlukan aktivis dakwah untuk senantiasa mengingatkan dan mengajak para mahasiswa agar selalu taat dan patuh tehadap perintah dan larangan Allah Swt, serta dapat menjaga amanah (kepercayaan) dari orang tua dalam manjalankan kuliah dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menjerumuskan kita pada hal-hal yang buruk. Oleh karena itu, setidaknya kita masih bisa menjaga diri agar terhindar dari pergaulan bebas, maupun karena faktor lingkungan sekitar kost yang dapat membawa dampak buruk bagi diri kita, tentunya salah satunya dengan mengikuti LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dan turut serta menjadi anggota rohis.
Kehadiran rohis di kampus juga tidak berjalan dengan mulus, karena ada yang pro dan ada juga yang kontra. Ada banyak rintangan dan hambatan yang harus dihadapi, salah satu kendala gerakan dakwah di kampus negeri ialah tidak hanya agama Islam saja yang ada, namun agama yang lainnya pun ada. Jadi, kita sebagai anak rohis tidak boleh menghina atau menjelek-jelekkan agama selain Islam dan tak boleh membuat kegiatan/acara yang dapat menyinggung agama lain/berbau SARA, sehingga gerakan dakwah dapat terus berjalan. Kendala selanjutnya ialah sulitnya mengajak para mahasiswa, tentunya seperti kawan-kawan ku yang masih sedikit pemahaman akan ilmu agamanya untuk sadar dan kembali ke jalan yang Allah Swt ridhoi. Sudah ada yang aku tegur maupun aku ingatkan seperti ini:”Yuk,shalat yuuuk,udah gede kok nggak shalat?? Malu dong sama anak kecil??!” (sambil bercanda) dan kawan ku pun menjawab dengan santainya seperti ini:”nggak ah,males”(sambil tertawa malu). Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan beristighfar dalam hati, yang ku lakukan selanjutnya pun hanya bisa mendoakan kawan-kawan ku itu agar bisa segera sadar akan keutamaan menjalankan shalat lima waktu. Aku tidak akan pantang menyerah untuk mengajak kawan-kawan ku yang lain untuk berbuat kebaikan yang Allah Swt perintahkan. Namun, terkadang aku sempat merasa lelah dan seakan-akan aku ingin berhenti menjadi anak rohis. Tetapi, aku selalu mendapatkan motivasi dan semangat dari orang-orang yang penuh semangat dan penuh inspirasi yang selalu aktif dilembaga-lembaga kemahasiswaan lainnya. Itu semua yang membuatku masih sanggup untuk bertahan hingga saat ini untuk senantiasa kembali bersemangat dalam menyebarkan ajaran-ajaran agama Allah Swt. Banyak pantangan bila menjadi anak rohis, untuk menjadi seorang yang ingin benar-benar menyebarkan kebaikan dijalan Allah, harus mampu menjaga nama baik lembaga dakwah kampus baik didalam kampus maupun diluar kampus, selalu mengutamakan kepentingan ummat dari pada kepentingan pribadi, mensyiarkan/mengajak para mahasiswa untuk turut serta dalam menyebarkan kebaikan di jalan Allah Swt, tidak syuro’ (musyawarah/rapat) berdua-duaan ikhwan dengan akhwat (cowok dengan cewek), dapat dipercaya dalam mengemban amanah, ikhlas tanpa meminta imbalan sepeser pun karena ingin menyelamatkan agama Islam agar tetap terjaga dari musuh ummat Islam dan semata-mata hanya ingin mendapatkan ridho dan barokah dari-Nya.
Aku bersyukur menjadi anak rohis. Eiiits...,tapi INGAT!! -Aku Anak Rohis BUKAN Teroris!!-
Aku bersyukur menjadi anak rohis. Eiiits...,tapi INGAT!! -Aku Anak Rohis BUKAN Teroris!!-
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Masih segar betul ingatanku tentang Training ESQ 165 di GSG (Gedung Serba Guna) FIK-UNNES, training waktu itu di pandu oleh seorang trainer beliau bernama Yus Ibnu Yasin. Ada salah satu kisah yang memilukan, kisah ini benar-benar kisah nyata dari Indonesia bagian barat saat musibah Tsunami melanda daerah Aceh dan sekitarnya pada tanggal 26 Desember 2004, kisah yang beliau ceritakan mengisahkan seorang anak kecil umurnya kurang lebih sekitar 10 tahun, anak kecil itu berdiri terus menghadap ke pantai dan memandangi lautan luas yang ada dihadapannya, kemudian datang beberapa orang sebagai relawan kemanusiaan menghampiri anak kecil tersebut. Kemudian salah seorang relawan mencoba bertanya apa yang sedang anak kecil itu lakukan sendirian di tepian bibir pantai itu, dan anak kecil itu pun menjawab dengan berlinangan air mata dan masih tetap berdiri memandang lautan, “Aku sedang menunggu ayah, ibu dan kakakku yang hanyut terbawa ombak saat tsunami seminggu yang lalu kak, aku sejak seminggu yang lalu masih akan tetap menunggu disini sampai mereka kembali padaku. Aku tak mau beranjak dari sini sebelum semua keluargaku kembali. Asal kakak-kakak semua tahu, celana dan baju yang aku kenakan hingga saat ini adalah satu-satunya yang aku miliki sedari seminggu yang lalu, dan tsunami telah menghempaskan kedua orang tuaku dan kakakku.” Seketika semua orang relawan yang mendengar cerita anak kecil itu pun terenyuh dan air mata pun turut mengalir begitu derasnya karena sangat kasihan terhadap anak itu. Lalu mereka pun mengajak anak kecil itu beranjak dari tepian pantai, namun anak kecil itu justru menolaknya dan berkata, “Sudah aku bilang, aku akan tetap berada disini sampai semua keluargaku kembali kak! Silahkan kalau kakak-kakak mau pergi, ya pergilah!” Kemudian para relawan pun beranjak meninggalkan tempat anak kecil itu berdiri, dan hanya baru beberapa langkah para relawan itu melangkah pergi meninggalkan anak kecil itu tiba-tiba anak kecil itu berteriak dengan mengatakan “Kakak dari Jakarta ya? Tolong sampaikan pada orang-orang Jakarta ya kak, jika menemukan orang tua dan kakakku di laut Jakarta kabari aku ya kak. Dan bilang kepada semua orang yang menyumbangkan pakaian, selimut, maupun bahan-bahan makanan, maupun bantuan dalam bentuk uang, kami tidak butuh itu semua! Yang kami disini butuhkan hanya KEBERSAMAAN dapat berkumpul bersama ayah, ibu dan kakakku. Tolong sampaikan ya kak!” (anak kecil itu sambil mengusap air matanya dan mencoba tersenyum serta melambaikan tangannya kepada para relawan itu). Itu lah sebuah kisah nyata yang paling membekas dibenakku, aku tak dapat membayangkan jika aku dihadapkan pada posisi seperti anak kecil itu, betapa hancur perasaannya jika anak kecil itu mengetahui yang sesungguhnya bahwa ayah, ibu dan kakaknya sudah meninggal jasadnya pun tak ditemukan oleh para tim SAR. Maka, pelajaran hidup yang dapat kita petik adalah semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan Illahi Rabbi (Allah Swt) semua yang nampak saat ini hanyalah sementara saja, dan Dia pun telah merencanakan adanya pertemuan, namun Dia juga sudah menentukan pula adanya perpisahan. Ingat-lah wahai sobat, yang dapat kita bawa saat kita mati bukan harta benda, rumah mewah, mobil mewah, wajah rupawan dengan penuh kesombongan, maupun keluarga yang sangat kita cintai di dunia, semua adalah milik Allah Azza wa jalla, yang akan kita bawa kelak saat kita meninggal hanyalah amalan-amalan baik kita atau perbuatan buruk yang telah kita perbuat selama hidup di dunia. Amalan-amalan itulah yang nantinya akan menemani kita dalam kesendirian saat berada di alam kubur, menanti datangnya hari dikumpulkannya seluruh manusia yang pernah hidup di dunia untuk dimintai pertanggungjawabannya dan akan diadili seadil-adilnya oleh Allah Swt sendiri. Betapa berat cobaan anak kecil itu, dia kini hidup di dunia hanya seorang diri saja. Semoga anak kecil itu, dapat menjalani hidup ini dengan penuh keikhlasan dan kesabaran sehingga dapat dipertemukan kembali dengan ayah, ibu, dan kakaknya di syurga-Nya kelak. Aamiin..Aamiin yaa Rabbal ‘alamiin..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Saat aku dan kawanku sedang istirahat sejenak di masjid fakultasku, kulihat ada seorang wanita tua yang sedang tidur diteras masjid. Wanita itu tertidur setelah shalat Ashar, tak lama kemudian wanita tua tersebut bangun kemudian beliau menuju kamar mandi sebentar untuk mencuci muka setelah itu beliau mengambil barang bawaannya dan menghampiri kami. Ternyata yang dibawa wanita tua itu adalah buah apel yang dibungkus plastik yang masih cukup banyak, beliau menawarkan dagangannya kepada kami. “Nak, mau beli apel ini?” (Tanya wanita tua itu sambil menyodorkan beberapa bungkus plastik yang berisikan buah apel) Kawanku lalu menjawab tawaran wanita tua itu:”maaf bu, terimakasih.” Namun wanita tua itu kemudian sedikit memaksa, mungkin karena sudah lelah menjajakan dagangannya kesana kemari, namun tak kunjung ada pembeli yang mau membeli apelnya. Beliau berkata lagi:”Ini nak apelnya manis kok, cuma 5 ribu saja 1 plastik ini.” Kawanku pun menanggapi lagi:”maaf bu, sekali lagi maaf, terimakasih sudah menawarkannya kepada kami.” Dengan raut wajah yang penuh kekecewaan tergambar jelas diraut wajahnya, aku pun dapat merasakan betapa kecewanya wanita tua itu, pasti saat sesampainya dirumah anak-anaknya telah menanti dengan penuh harap kepada wanita tua itu pulang dengan membawa uang agar dapat membeli kebutuhan pokok sehari-hari, namun jika pulang ke rumah hanya dengan membawa tangan hampa pasti anak-anaknya sangat-lah kecewa. Sesungguhnya, nuraniku ingin sekali membeli semua apel yang dijual wanita tua itu, namun apa daya aku hanya membawa sedikit uang lembaran duaribu saja yang aku miliki, yang dapat aku lakukan hanya-lah mendoakan wanita tua itu agar Allah memberikan rezeki yang tak terduga pada wanita tua itu, semoga saat dijalan bertemu dengan orang yang mau membeli apel wanita tua tersebut sehingga saat beliau pulang dan sesampainya dirumah tidak membawa tangan hampa.
Sungguh, itulah realita kehidupan yang ada disekitar kita, maka jangan-lah kita lupa untuk selalu bersyukur kepada Allah Swt baik disaat mendapatkan rezeki yang sedikit maupun rezeki yang berlebih, karena banyak saudara-saudara seiman kita yang mengalami kesulitan hanya untuk mendapatkan 100 rupiah bahkan sebutir beras pun mereka sulit untuk mendapatkannya. Semoga saudara-saudara kita yang sedang mengalami hal seperti itu diberikan kesabaran, ketabahan, keikhlasan, kesehatan, dan kemudahan untuk menjalaninya dan juga semoga diteguhkan imannya, agar tidak tergiur oleh perbuatan orang-orang yang licik yang hanya untuk mendapatkan tujuan pribadinya semata, karena sesuatu yang di inginkan dan menjadi sesat oleh iming-iming materi di dunia (seperti para koruptor). Realita ini dapat menjadi suatu pelajaran berharga bagiku dan untuk kita semua untuk tidak meminta belas kasihan dari orang lain untuk tidak meminta-minta dijalanan menjadi seorang 'pengemis', yang harus kita lakukan adalah bekerja dan berusaha semampu yang kita bisa agar dapat mendapatkan berkah dari Allah Swt.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Inilah realita..
Ironis memang, karena profesi sebagai pengemis kian hari kian bertambah banyak.
Kenapa hal ini bisa terjadi?
Apa karena pemerintah yang kurang becus dalam menghadapi kasus ini? Emmm,, ternyata fakta mengejutkan terungkap. Bahwa pengemis pun memang sudah dijadikan sebagai profesi sehari-hari untuk menafkahi keluarga.
Tentunya, dikarenakan banyaknya pengemis karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, sehingga dijalanilah profesi yang dulu dianggap tabu. Sekarang malah sangat menjamur dimana-mana. Dan ternyata, semua itu dilakukan dengan adanya struktur organisasi yang tersusun secara rapih. Namun, menurut dosen kewarganegaraan saya, hal itu bisa diatasi dengan cara memberikan permen saja, tak perlu dalam bentuk uang karena akan menambah kemalasan mereka dalam bekerja sebagai profesi yang lainnya dan tentunya mencari rizki di jalan yang halal supaya lebih berkah ..!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Wallahu a'lam bishshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar