[disepanjang
perjalanan berjumpa dengan kepingan-kepingan hikmah yang terserak]
Rabu, 14 November
2012
Hari
ini adalah hari yang ku nantikan, menanti hari Rabu yang terasa sangat lama
sejak 3 hari yang lalu. Entah mengapa terasa begitu lama waktu berjalan, apa
karna aku terlalu menanti hari yaa? Hehe.. Emm..,mungkin saja sih, semua hal
apapun bisa terasa lamban kala kita menantinya. Dan aku menanti hari ini untuk
pulang ke rumah ku tercinta (lebih tepatnya rumah orang tua ku sih, karna aku
kan nggak punya rumah. Semoga pada masa depanku nanti bisa punya rumah sendiri,
ingin punya rumah yang sederhana, ada kebun bunga yang indah tak perlu mewah
tapi penuh berkah. Kapan ya bisa terealisasi? Emm, semoga tak lama
lagi.Aamiin.hihii *ngarep*. Eh, kok jadi cerita ngalor ngidul geje begini yak.
Yowis, sudah-sudah. Kita kembali ke topik bahasan, ok.^^)
Aku
menanti hari ini untuk pulang, mumpung besok tanggal merah jadi mending pulang.hihii..
Emm,,tetapi aku pulang bukan karna tanggal merahnya, namun karna sudah seminggu
lebih perasaanku selalu tak enak dan berimbas pada gangguan kesehatanku. Entah,
dalam fikiranku hanya ada kata “pulang dan pulang”. Harapku, semoga tak akan
terjadi sesuatu hal buruk yang menimpaku ataupun keluargaku. Namun, yang ku
takutkan maupun yang ku khawatirkan terkadang terjadi. Karna sebab kecelakaan 3
tahun yang lalu sewaktu aku masih duduk di bangku kelas 3 SMA, firasat yang ku
terka selalu benar dan menjadi nyata. Aku hampir tak percaya pada kemampuanku
ini, inikah suatu anugerah/kelebihan yang diberikan Tuhan untukku ataukah suatu
cobaan beban pikiran selama ku hidup yang harus ku tampung dalam memori-memori
otakku dan bathinku menjadi selalu terasa tersiksa jika mendapati firasat buruk
yang akan menimpa seseorang maupun lingkungan sekitarku? Dan itu yang
menyebabkan ku menangis tanpa sebab yang jelas, air mata tiba-tiba dapat
mengalir dengan derasnya hingga nantinya akan berhenti dengan sendirinya.
Yang ku lakukan setelahnya hanya berdzikir pada Allah Swt dan hanya memohon ampunan-Nya, dan tak jarang pula gerimis air hujan pun turun seketika seusai aku melakukan dzikir dan beristighfar, dan air hujan diturunkan-Nya itu seolah-olah untuk menenangkan jiwaku sebagai pelangi yang hadir untuk menghapus air mata yang menetes tadi. Subhanallah, rasanya jika ku berada pada posisi saat-saat seperti itu seolah-olah Dia (Allah Swt) begitu dekat, Dia bagaikan memelukku, sehingga ku rasakan ketenangan hati yang begitu menentramkan. Firasat inilah yang menuntunku untuk segera pulang, padahal bisa saja ku pulang hari kamis pagi bukan rabu sore seusai kuliah siang, namun lagi-lagi karena firasatku yang kuat untuk pulang sesegera mungkin. Akhirnya, jam 3 sore lebih seper empat selesai kuliah langsung menuju kos untuk merapihkan beberapa jemuran pakaian yang tadi pagi ku jemur untuk ku simpan dalam lemari pakaianku supaya tak terkena debu, Alhamdulillah ku tak perlu packing karna sehari sebelumnya aku sudah packing barang-barang bawaan yang hendak ku bawa saat pulang, hanya 2 potong baju, 2 jilbab kain paris, dan sedikit jajan juga air minum sewaktu di perjalanan saat berada di dalam bis, serta kotak bros dagangan mbak kos tetangga yang ku ajak kerjasama untuk ku bantu menjajakan bros dagangannya itu ke teman-temanku maupun saudara-saudaraku di kampung. Namun, ku harus menunggu cukup lama tak bisa langsung pulang, karna aku pulang dengan 2 orang kawanku, ku menunggu karna kawanku itu masih ada urusan katanya. Nah, dari pada ku bengong jadi ku melipat-lipat baju yang ku jemur tadi pagi, dan ku rapihkan untuk ku letakkan di dalam lemari pakaianku. Alhamdulillah, setelah selesai merapihkan baju-baju yang di jemur, kawanku sudah bersiap-siap untuk segera berangkat. Jam menunjukkan pukul 16.02 WIB sudah kesorean, harus cepat-cepat menuju agen bis supaya tak kehabisan karcis dan tak ketinggalan bis. Kawanku dan aku fikir dengan taksi pasti bisa cepat sampai di agen bis, namun ternyata tak sesuai harapan kami. Hampir semua nomor telepon taksi aku hubungi, namun selalu muncul tanda peringatan dari operatornya jaringan sibuk, ada 1 nomor yang dapat terhubung namun armada taksi bluebi*d sudah di pesan semua alias penuh, kalau mau setengah jam harus menunggu untuk bisa naik taksi. Akhirnya, kami memutuskan untuk segera naik angkutan umum (mikrolet orange) dengan jurusan sampangan, Alhamdulillah langsung ada angkot di depan gang, langsung kami naik ke dalam angkot. Saat perjalanan dari kampus Sekaran lancar-lancar saja jalanannya, ramai tapi lancar, namun setelah memasuki kawasan Trangkil tiba-tiba angkotnya berjalan mulai pelan, dan ternyata terjadi kemacetan yang cukup parah, dari Trangkil hingga jembatan Sampangan dan setelahnya terjadi kemacetan yang memanjang. Cuaca pun menjadi tak bersahabat, padahal tadinya cuacanya cerah namun berubah jadi mendung dan mulai gerimis setetes demi setetes tak begitu deras. Kami putuskan untuk turun dari angkot dan berjalan kaki hingga Sampangan, Alhamdulillah angkot yang ku naiki bersama kawan-kawanku itu terjebak macetnya di gapura yang bertuliskan selamat datang di Universitas Negeri Semarang yang hampir sampai di jembatan Sampangan, apa jadinya kalau angkot yang ku naiki itu terjebaknya dari kawasan kampus Sekaran? Bisa jadi ku tidak jadi pulang. Alhamdulillah juga, Allah memberikan kekuatan pada kakiku yang belum begitu kuat untuk berjalan jauh sebab kecelakaan setengah tahun yang lalu yang masih menyisakan bekas luka jahitan dan nyeri yang kadang meyerang. Sesampainya di jembatan Sampangan, aku dan kawanku kagetnya bukan main, jalanan yang menghubungkan jembatan itu dipenuhi lautan manusia berhelm beserta roda duanya, dari arah pasar Sampangan yang hendak ke arah kampus ku penuh sesak merapati jalanan, begitu pula sebaliknya. Dari arah kampusku yang hendak menuju ke arah pasar Sampangan juga tak mau mengalah, semua merapati jalanan hingga pada akhirnya kemacetan dapat sedikit terurai karna ada beberapa orang warga sekitar yang mengatur kendaraan untuk minggir dan berjalan sesuai arah batas jalannya masing-masing, kendaraan pun mulai melaju sedikit demi sedikit secara bergantian. Ku tak habis fikir, kemacetan seperti itu seharusnya bisa dicegah bahkan bisa tak terjadi kalau para pengguna jalannya sabar dan mau mengantri, sehingga kemacetan seperti itu tak akan terulang kembali. Apa ini ya? Wajah orang Indonesia saat ini yang tak lagi memiliki etika dalam mematuhi suatu peraturan, peraturan apapun dilanggar, termasuk peraturan yang sudah ditetapkan Allah pun berani dilanggar. Lho, masa’ sih? Peraturan yang sudah ditetapkan Allah saja dilanggar? Nggak percaya? Lha liat saja lingkungan sekitar kita seperti di pasar, di terminal, dan di pusat-pusat keramaian lainnya pada saat hari jumat, bagi setiap laki-laki muslim itu sebelum jam 12 tepat kan seharusnya sudah berada di masjid mendengarkan khotbah sebelum sholat jumat kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan sholat jumat, namun mengapa masih ada saja pedagang laki-laki yang memilih untuk melanjutkan jual beli, sopir angkot (laki-laki muda maupun tua) yang menunggu calon penumpangnya, dll. Jangankan sholat jumat diabaikan, sholat wajib saja banyak yang tak melaksanakan lho. Buktinya? Masjid maupun musholla saat masuk waktu shubuh jamaah sholatnya tak penuh sesak, bahkan ada juga yang hanya imamnya saja yang sholat shubuh sendirian tanpa makmum jadi tak bisa sholat berjama’ah. Apalagi di kala bulan Ramadhan tiba, banyak warung maupun orang-orang yang dengan PeDenya menghisap asap rokok hingga menghisap sedotan es teh yang dibungkus plastik putih bening ukuran ½ kg, dan masih banyak bentuk pelanggaran yang dilanggar. Dan ANEHNYA! Mereka melanggarnya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun yang terbesit dibenak mereka. Semoga, Allah sudi menyadarkan mereka untuk kembali pada jalan yang diridhoi-Nya.
Yang ku lakukan setelahnya hanya berdzikir pada Allah Swt dan hanya memohon ampunan-Nya, dan tak jarang pula gerimis air hujan pun turun seketika seusai aku melakukan dzikir dan beristighfar, dan air hujan diturunkan-Nya itu seolah-olah untuk menenangkan jiwaku sebagai pelangi yang hadir untuk menghapus air mata yang menetes tadi. Subhanallah, rasanya jika ku berada pada posisi saat-saat seperti itu seolah-olah Dia (Allah Swt) begitu dekat, Dia bagaikan memelukku, sehingga ku rasakan ketenangan hati yang begitu menentramkan. Firasat inilah yang menuntunku untuk segera pulang, padahal bisa saja ku pulang hari kamis pagi bukan rabu sore seusai kuliah siang, namun lagi-lagi karena firasatku yang kuat untuk pulang sesegera mungkin. Akhirnya, jam 3 sore lebih seper empat selesai kuliah langsung menuju kos untuk merapihkan beberapa jemuran pakaian yang tadi pagi ku jemur untuk ku simpan dalam lemari pakaianku supaya tak terkena debu, Alhamdulillah ku tak perlu packing karna sehari sebelumnya aku sudah packing barang-barang bawaan yang hendak ku bawa saat pulang, hanya 2 potong baju, 2 jilbab kain paris, dan sedikit jajan juga air minum sewaktu di perjalanan saat berada di dalam bis, serta kotak bros dagangan mbak kos tetangga yang ku ajak kerjasama untuk ku bantu menjajakan bros dagangannya itu ke teman-temanku maupun saudara-saudaraku di kampung. Namun, ku harus menunggu cukup lama tak bisa langsung pulang, karna aku pulang dengan 2 orang kawanku, ku menunggu karna kawanku itu masih ada urusan katanya. Nah, dari pada ku bengong jadi ku melipat-lipat baju yang ku jemur tadi pagi, dan ku rapihkan untuk ku letakkan di dalam lemari pakaianku. Alhamdulillah, setelah selesai merapihkan baju-baju yang di jemur, kawanku sudah bersiap-siap untuk segera berangkat. Jam menunjukkan pukul 16.02 WIB sudah kesorean, harus cepat-cepat menuju agen bis supaya tak kehabisan karcis dan tak ketinggalan bis. Kawanku dan aku fikir dengan taksi pasti bisa cepat sampai di agen bis, namun ternyata tak sesuai harapan kami. Hampir semua nomor telepon taksi aku hubungi, namun selalu muncul tanda peringatan dari operatornya jaringan sibuk, ada 1 nomor yang dapat terhubung namun armada taksi bluebi*d sudah di pesan semua alias penuh, kalau mau setengah jam harus menunggu untuk bisa naik taksi. Akhirnya, kami memutuskan untuk segera naik angkutan umum (mikrolet orange) dengan jurusan sampangan, Alhamdulillah langsung ada angkot di depan gang, langsung kami naik ke dalam angkot. Saat perjalanan dari kampus Sekaran lancar-lancar saja jalanannya, ramai tapi lancar, namun setelah memasuki kawasan Trangkil tiba-tiba angkotnya berjalan mulai pelan, dan ternyata terjadi kemacetan yang cukup parah, dari Trangkil hingga jembatan Sampangan dan setelahnya terjadi kemacetan yang memanjang. Cuaca pun menjadi tak bersahabat, padahal tadinya cuacanya cerah namun berubah jadi mendung dan mulai gerimis setetes demi setetes tak begitu deras. Kami putuskan untuk turun dari angkot dan berjalan kaki hingga Sampangan, Alhamdulillah angkot yang ku naiki bersama kawan-kawanku itu terjebak macetnya di gapura yang bertuliskan selamat datang di Universitas Negeri Semarang yang hampir sampai di jembatan Sampangan, apa jadinya kalau angkot yang ku naiki itu terjebaknya dari kawasan kampus Sekaran? Bisa jadi ku tidak jadi pulang. Alhamdulillah juga, Allah memberikan kekuatan pada kakiku yang belum begitu kuat untuk berjalan jauh sebab kecelakaan setengah tahun yang lalu yang masih menyisakan bekas luka jahitan dan nyeri yang kadang meyerang. Sesampainya di jembatan Sampangan, aku dan kawanku kagetnya bukan main, jalanan yang menghubungkan jembatan itu dipenuhi lautan manusia berhelm beserta roda duanya, dari arah pasar Sampangan yang hendak ke arah kampus ku penuh sesak merapati jalanan, begitu pula sebaliknya. Dari arah kampusku yang hendak menuju ke arah pasar Sampangan juga tak mau mengalah, semua merapati jalanan hingga pada akhirnya kemacetan dapat sedikit terurai karna ada beberapa orang warga sekitar yang mengatur kendaraan untuk minggir dan berjalan sesuai arah batas jalannya masing-masing, kendaraan pun mulai melaju sedikit demi sedikit secara bergantian. Ku tak habis fikir, kemacetan seperti itu seharusnya bisa dicegah bahkan bisa tak terjadi kalau para pengguna jalannya sabar dan mau mengantri, sehingga kemacetan seperti itu tak akan terulang kembali. Apa ini ya? Wajah orang Indonesia saat ini yang tak lagi memiliki etika dalam mematuhi suatu peraturan, peraturan apapun dilanggar, termasuk peraturan yang sudah ditetapkan Allah pun berani dilanggar. Lho, masa’ sih? Peraturan yang sudah ditetapkan Allah saja dilanggar? Nggak percaya? Lha liat saja lingkungan sekitar kita seperti di pasar, di terminal, dan di pusat-pusat keramaian lainnya pada saat hari jumat, bagi setiap laki-laki muslim itu sebelum jam 12 tepat kan seharusnya sudah berada di masjid mendengarkan khotbah sebelum sholat jumat kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan sholat jumat, namun mengapa masih ada saja pedagang laki-laki yang memilih untuk melanjutkan jual beli, sopir angkot (laki-laki muda maupun tua) yang menunggu calon penumpangnya, dll. Jangankan sholat jumat diabaikan, sholat wajib saja banyak yang tak melaksanakan lho. Buktinya? Masjid maupun musholla saat masuk waktu shubuh jamaah sholatnya tak penuh sesak, bahkan ada juga yang hanya imamnya saja yang sholat shubuh sendirian tanpa makmum jadi tak bisa sholat berjama’ah. Apalagi di kala bulan Ramadhan tiba, banyak warung maupun orang-orang yang dengan PeDenya menghisap asap rokok hingga menghisap sedotan es teh yang dibungkus plastik putih bening ukuran ½ kg, dan masih banyak bentuk pelanggaran yang dilanggar. Dan ANEHNYA! Mereka melanggarnya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun yang terbesit dibenak mereka. Semoga, Allah sudi menyadarkan mereka untuk kembali pada jalan yang diridhoi-Nya.
Ku
dan kawanku sadari, perjalanan kami masihlah jauh untuk bisa sampai ke agen bis, cukup
lama kami berjalan hingga 200 meter setelah pom bensin Sampangan hampir mendekati ke jembatan terowongan
kami berjalan,
tak kami jumpai angkot yang lalu lalang, yang kami jumpai hanyalah angkot yang terparkir
di sisi trotoar jalan yang kosong tanpa pengemudinya, suasana jalan sebelah kanan pun cukup
lengang berbeda dengan jalan sebelah kiri yang dipadati kendaraan roda empat
yang terjebak macet. Kami pun beristirahat sejenak, duduk di bangku kayu yang
memanjang di warung kecil yang sangat sederhana sembari melepas lelah karena berjalan cukup jauh sambil
menggendong tas ransel yang kami bawa cukuplah berat. Kami pun kembali berdiskusi tentang
bagaimana cara agar kami sampai di agen bis, padahal waktu sudah menunjukkan
pukul 16.59 WIB hampir jam 5. Kami sedikit panik. Namun, kami tetap mencoba untuk tetap tenang, karna
kami optimis pasti bisa pulang ke rumah. Akhirnya diputuskan mau menghubungi
taksi lagi, namun saat hendak menghubungi taksi alhamdulillah ternyata masih
ada angkot mikrolet orange jurusan pasar johar yang masih beroperasi, kami pun
langsung melambaikan tangan kami agar angkotnya berhenti, dan angkot pun
alhamdulillah berhenti dan hanya ada seorang penumpang dan kami pun langsung
masuk ke dalam angkot tersebut hingga lampu merah di jembatan Kali Garang. [Sungguh, pertolongan
Allah datang tak disangka-sangka.Alhamdulillah]
Sesampainya
kami di jembatan kali garang di antara perempatan lampu merah, rintik-rintik
air hujan mulai turun kembali, gerimis yang turun kala itu menambah suasana
yang diselimuti rasa was-was dan kebingungan yang turut meramaikan beban
pikiranku
karna tak ada tanda-tanda keberadaan angkutan umum yaitu bis berukuran sedang
dengan 2 pintu jurusan mangkang. Sungguh, kami bertiga bagaikan orang nyasar yang tak tahu arah maupun tujuan. Kami pun
mencoba menunggu bis dibawah lampu merah selama hampir 15 menit, belum ada juga tanda-tanda
adanya bis, padahal biasanya tak sampai 5 menit pun sudah ada bis. Lalu dengan
sangat terpaksa kami jalan kaki lagi ke arah lampu merah sam poo kong, siapa tahu ada bis (pikir ku dan kawanku seketika), namun setelah dinanti-nanti hampir
15 menit belum ada juga tanda-tanda kemunculan bisnya, mau mencoba
memberhentikan taksi yang lewat namun tak bisa karna taksi sudah membawa
penumpang.
Bersambung..,
Nantikan episode selanjutnya yaa (hehe, kayak sinetron-sinetron ajah
yak)
Berhubung mood nulis saya hanya sampai di sini, insyaAllah lain kali akan
saya sambung lagi ceritanya. :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar