Sabtu, 21 Juli 2012

"7 Motivations of Islamic Business"

cover buku
Siapa Bilang Islam Tidak Menyuruh Kita Kaya?
Islam mengajarkan ummatnya untuk kaya, bukan hanya kaya harta saja melainkan kaya jiwa juga. Karena jika hanya kaya harta saja, maka sifat tamak akan muncul dan tidak akan menghiraukan orang-orang disekelilingnya. Tetapi, jika jiwanya juga kaya, maka kemuliaan akan terpancar dari dalam tubuhnya sehingga akan menimbulkan sikap dermawan kepada setiap orang.
Allah Swt sebagai Sang Pencipta yang memiliki Dzat Maha Kaya memberikan sebuah spirit dan motivasi kepada makhluk-Nya untuk menjadi kaya. Tentunya, Dzat yang dimiliki Allah Swt, tidaklah sama dengan istilah kaya bagi makhluk-Nya. Spirit dan motivasi dari seruan Allah Swt, yang Maha Kaya adalah awal dari pandangan Islam terhadap kekayaan. Kita boleh kaya, tetapi dengan kekayaan kita dapat melakukan ibadah dengan baik, bukan malah sebaliknya. Kekayaan yang akan menjadikan orang lalai dari beribadah kepada Allah Swt.
Setiap orang tidak ingin hidup dalam kemiskinan dan setan menakut-nakuti dengan kemiskinan. Ketika seseorang telah menjadi kaya, setan berbalik arah bukan malah menakut-nakuti dengan kekayaan melainkan menyuruh orang-orang kaya untuk menjadi orang kikir alias pelit. Ketika sudah kikir, maka tidak akan memberi, zakat, infaq, dan sedekah maka tunggulah siksa dari Allah Swt.
                                 
Berbisnis Berarti Beribadah
Islam tidak memandang rendah terhadap semua pekerjaan kehidupan dunia, walaupun secara kasatmata pekerjaan itu rendah. Dalam kacamata Islam, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang bernilai ‘ibadah’. Sekarang pertanyaannya adalah pekerjaan apa yang bernilai ibadah? Jawabannya adalah ‘PEKERJAAN YANG HALAL DAN BAIK’.
Sebagaimana firman Allah Swt: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS.Al-Baqarah,2: 168)
Banyak orang saat ini menganggap bahwa bisnis hanya sebuah aktivitas untuk meraup keuntungan belaka. Padahal, sebenarnya
bisnis dapat menjadi sebuah ibadah juga. Inilah yang menjadi motivasi seseorang untuk dapat berbisnis secara Islam agar keuntungan yang didapat bukan hanya keuntungan uang saja, melainkan keuntungan pahala juga.
Kreatif dan inovatif adalah modal utama dalam bersaing. Dengan melakukan inovatif dalam pelayanan, produk, dan yang lainnya akan menjadikan arti persaingan begitu berarti karena akan menimbulkan sesuatu yang baru dalam dunia bisnisnya. Kreatif dalam mendesain pelayanan yang baik adalah perbuatan yang dapat mendatangkan keuntungan baik keuntungan uang maupun pahala.
Bisnis adalah bidang yang menjanjikan keuntungan besar. Bisnis juga dapat memberikan peluang pekerjaan bagi siapa saja yang membutuhkan. Dengan memberikan pekerjaan berarti kita telah membantu orang-orang dari pengangguran dan kemalasan. Membantu orang yang sedang kesusahan dalam mencari uang untuk kebutuhan hidup adalah ibadah. Membantu orang yang putus asa terhadap nasib yang menimpanya karena tidak adanya perusahaan yang mau menerimanya adalah ibadah. Membantu orang yang malas dengan menyediakan training dalam berbisnis untuk dapat bekerja dan bergabung dalam berbisnis adalah ibadah.
Seorang pebisnis muslim yang baik adalah seorang yang memberikan kemudahan dalam pembayaran jika pada posisi orang yang berutang dan memberikan toleransi kepada si pengutang jika berada pada posisi pemberi utang. Memudahkan dalam masalah utang piutang adalah suatu ibadah.

Bisnis adalah Pintu Gerbang Rezeki
Bisnis adalah pintu gerbang rezeki. Pintu gerbang merupakan titik awal bergeraknya langkah untuk melihat misteri yang tersimpan didalamnya, karena dibalik setiap pintu tersimpan misteri besar dalam hal ini adalah misteri rezeki.
Tidak adanya prinsip membuat seseorang itu selalu bosan dengan bidang yang digelutinya. Tidak mengenal waktu dan keadaan, yang jelas walaupun baru berbisnis satu minggu atau satu bulan kalau sudah bosan, maka dunia bisnis akan ditinggalkan olehnya dan beralih profesi lain. Orang yang seperti ini selalu dalam risiko kerugian yang luar biasa. Kerugian yang paling besar adalah kerugian prinsip.
Islam melalui Rasulullah Saw, selalu mencontohkan betapa besar peran bisnis dalam dunia ini. Bisnis begitu besar dalam membantu perekonomian Negara. Bisnis begitu menjanjikan untuk sebuah kesuksesan. Rasulullah Saw sendiri menjalani dunia bisnis sejak beliau kecil hingga menikah dengan Khadijah yang notabenenya juga seorang pengusaha wanita.   
Islam memandang penting dunia bisnis tetapi Islam juga mengatur dunia bisnis agar semua bisnis yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam sehingga mendapatkan ridho Allah Swt. Islam menginginkan ummatnya seimbang dalam menjalankan kehidupan. Maksudnya, dunia adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi, dan akhirat adalah sebuah impian yang harus diraih. Karena dunia bukanlah sebagai tujuan hidup tetapi dunia dapat dijadikan sebagai wasilah untuk mendapatkan tujuan hidup yaitu akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt, dalam Al-Qur’an:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash,28:77)
“Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada pada perniagaan.” (HR.Ahmad)
Banyak pebisnis yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas tetapi memiliki segudang pengalaman sehingga dapat menjalankan dunia bisnis dengan lancar. Pengalamanlah yang membuat seseorang menjadi bangkit untuk dapat memperbaiki dari segala kegagalan yang pernah terjadi. Pengalamanlah yang membuat seseorang terus termotivasi untuk terus menjalankan segala apa yang ia tekuni. Pengalamanlah yang membuat seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya untuk terus melangkah.
Kebebasan dalam berkreasi dan berekspresi adalah sesuatu yang tidak dapat dibayar dengan uang. Kebebasan adalah anugerah dari Allah Swt, yang diberikan kepada manusia, kebebasan disini adalah sebuah kebebasan yang bukan berarti tidak ada batasannya tetapi kebebasan yang tidak terikat dalam masalah pekerjaan dan mencari kebutuhan hidup. Kebebasan disini juga merupakan rezeki yang perlu disyukuri karena dengan adanya kebebasan dalam mengurus bisnis kita sendiri dan kita juga dapat dengan bebas mengurus manajemen bisnis itu sendiri dan kita juga dapat dengan bebas mengembangkan kreasi dan inovasi untuk produk yang akan dibisniskan.
Banyak karyawan yang meninggalkan shalat dan puasa karena adanya peraturan di sebuah perusahaan tempat ia bekerja. Banyak juga orang yang tidak memakai jilbab hanya karena tidak adanya peraturan yang membolehkan dari perusahaan setempat. Dan banyak lagi ibadah lain yang seringkali berbenturan dengan peraturan perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan kebebasan dalam mengurus diri sendiri, mengurus ibadah dan lainnya menjadi terhambat bahkan bisa terhalang. Ada juga orang yang telat menikah karena tidak diperbolehkan oleh perusahaan jika ingin menjadi karyawan di perusahaan tersebut karena menurut perusahaan, orang yang sudah menikah akan sempit ruang lingkupnya dalam berkarya dan berinovasi karena terganjal adanya sebuah peraturan dalam rumah tangga dan harus mengurus ini dan itu. Tentu inilah yang menjadikan kebebasan dalam berbisnis sebagai rezeki terbesar yang harus disyukuri. Menjadi sebuah kerugian yang luar biasa jika hanya karena pekerjaan kita meninggalkan segala ibadah yang telah diwajibkan kepada kita sebagai Muslim. Menjadi sebuah perkara yang naif jika harus melepaskan jilbab hanya mengejar kehidupan duniawi semata, yaitu dengan bekerja kepada orang lain.
Ada sebuah cerita kawan saya yang bekerja disebuah perusahaan travel di Aceh harus keluar dari perusahaannya lantaran ketika itu dia disibukkan oleh pekerjaannya dan pengusaha travel membuat peraturan untuk tidak berhenti beroperasi hanya karena shalat. Karena kawan saya itu lebih mementingkan agama, makanya dia langsung keluar dari perusahaan tersebut. Sekarang pertanyaannya adalah apakah Anda dapat melakukan hal tersebut (keluar dari perusahaan) karena ibadah Anda terganjal atau bahkan terhalangi karena adanya peraturan dari perusahaan? Jawabannya adalah ada pada diri Anda. Intinya adalah bisnis bukan saja menjadi pintu gerbang rezeki sebuah kebebasan dalam melangkah, beribadah, dan lain sebagainya. Itulah bisnis yang menjadi sebuah pintu gerbang utama untuk segala rezeki yang ada.
Dalam dunia bisnis kita tidak diatur oleh peraturan atasan atau peraturan perusahaan, tetapi kita diatur dengan sebuah kesadaran dari diri kita sendiri. Jika kita mau maju, maka kesadaran untuk maju harus benar-benar terpatri dari dalam diri kita. Oleh sebab itu, wajar saja jika dalam dunia bisnis ada yang berkembang dan ada juga yang tidak berkembang alias tetap seumur hidup menggeluti di bidang itu saja. Ini dikarenakan kesadaran tersebut tidak ditingkatkan bahkan dibiarkan.
Sabar dalam menghadapi masalah dan musibah adalah modal utama dalam melangkah menuju kesuksesan. Sabar dalam bermuamalah adalah kunci kejayaan seseorang dalam meraih keuntungan. Sabar dalam menghadapi orang yang marah dan complain adalah kunci kesuksesan dalam mengambil hati para pelanggan dan pembeli lainnya.
Sebenarnya, apa yang telah diberikan kepada kita semuanya adalah nikmat dari Allah Swt, baik sedih, gembira, tetawa, dan lain sebagainya. Kegagalan merupakan nikmat dari Allah Swt, jika kegagalan dihadapi dengan sabar dan tawakkal serta berikhtiar. Tetapi sebaliknya, kegagalan akan menjadi sebuah siksa jika dihadapi dengan penuh emosi, pesimis, dan tidak sabar serta tidak berpikir kalau semua adalah kehendak Allah yang Maha Kuasa.

Bisnis adalah Sang Penolong
Keinginan Allah Swt dalam menciptakan makhluk-Nya selain untuk saling mengenal satu sama lain adalah untuk dapat saling menolong juga.  Ibarat pepatah bilang “tak kenal maka tak sayang”, memang ada benarnya, karena jika seseorang tidak saling mengenal satu sama lain maka tidak akan timbul untuk memberikan kasih sayangnya sehingga tidak ada keinginan untuk saling menolong antar satu sama lain. Semuanya menjadi satu dalam ruang lingkup dunia sehingga secara tidak langsung mereka dituntut untuk saling mengenal, memahami, menghargai bahkan saling menolong satu sama lain. Keadaan seperti ini memang sudah diatur oleh Allah Swt. Sebagaimana dalam Al-Qur’an : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.Al-Hujuraat,49: 13)
Menolong antar sesama manusia adalah perbuatan terpuji yang mendapatkan ganjaran dari-Nya. Menolong  juga dapat menjadi sebuah pahlawan hidup yang senantiasa selalu ada dan siap menjadi penolong juga di saat yang tak terduga. Banyak orang yang menolong orang lain kemudian suatu saat orang tersebut ditolong juga oleh orang lain. Sejatinya, pertolongan itu datang dari Allah Swt, melalui perantara makhluk-makhluk-Nya. Justru dengan adanya rasa saling menolong antar manusia menandakan bahwa manusia itu adalah lemah yang tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus saling berinteraksi dan memerlukan bantuan orang lain. Allah Swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang lemah walaupun dalam masyarakat ia adalah seseorang yang kuat dan memiliki kedudukan yang tinggi. Disisi Allah Swt, semuanya adalah lemah kecuali Dzat-Nya yang Maha Kuat. Sejak penciptaan manusia yang berasal dari setetes air mani merupakan sebuah gambaran kalau manusia itu berasal dari sesuatu yang hina dan lemah. Justru, dengan sifat asalnya manusia yang lemah menjadikan manusia harus lebih mengerti dan memahami jati dirinya sehingga dapat lebih berarti dalam sebuah kehidupan dengan bersama-sama saling mengisi kekurangan dengan kelebihan masing-masing individu.
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan sifat lemah.” (QS.An-Nisaa,4: 28)
“Allah, Dialah yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS.Ar-Ruum,30: 54)
Pertolongan tidak mengenal siapa orangnya, pangkatnya, jenis kelaminnya bahkan agamanya, tetapi dalam pertolongan harus mengenal apakah menolong dalam kebaikan atau keburukan karena Allah Swt, selalu menegaskan untuk saling menolong dalam kebaikan akan membawa seseorang mendapatkan ganjaran pahala dan sebaliknya menolong dalam keburukan atau dosa akan menjadikan seseorang lebih hina dalam gelimangan dosa. Menjadi seorang penolong adalah sebuah impian yang mesti direalisasikan karena menolong antar sesama adalah perbuatan yang memiliki kedudukan tinggi disisi Allah Swt. Allah Swt sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang suka tolong-menolong. Oleh karena itu, saling tolong menolonglah antar sesama makhluk Allah Swt, jika engkau ingin menjadi kekasih Allah Swt. Allah Swt selalu menolong bagi setiap hamba-Nya yang menolong saudara-saudaranya. Manusia hidup di dunia tidaklah sendiri melainkan bersama-sama dengan manusia lain sehingga menjadikan setiap manusia untuk memiliki sikap sosialis antar sesama bukan malah bersikap individualis.
Sang penolong, merupakan pangkat bagi siapa saja yang dapat memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Baik dalam kapasitas orang maupun pekerjaan. Dalam kapasitas pekerjaan, bisnis merupakan salah satu pekerjaan yang mendapatkan pangkat sebagai sang penolong karena bisnis dapat menjadi penolong setiap orang. Banyak orang yang mengira bahwa sebenarnya bisnis itu hanya sebuah pekerjaan biasa saja dan tidak menyangka kalau bisnis merupakan sang penolong juga.
Segala kebutuhan hidup mulai dari makanan, minuman dan pakaian, tempat tinggal, kendaraan serta barang-barang lainnya tentu mengalami perkembangan dan semuanya hanya dapat terpenuhi dengan adanya sebuah bisnis. Tanpa bisnis, seseorang akan kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan sehari-harinya.
Bisnis dapat menampung para pekerja yang menganggur, bisnis juga dapat memberikan pemasukan uang dan pengalaman bagi setiap orang, bisnis juga dapat menjadi sumber kehidupan bagi setiap orang. Oleh karena itu, Islam memandang penting sebuah bisnis karena bisnis dapat menjadi penolong dalam membuka lahan pekerjaan. Bisnis dapat menjadi penolong setiap orang yang membutuhkan dan mengalami kesulitan sehingga banyak bisnis yang bermunculan bak jamur di musim hujan. Semuanya berlomba-lomba mengambil peluang bisnis dengan cara mengetahui apa yang diinginkan para konsumen.

Menjadi Pengusaha Muslim yang Tidak Kapitalis
Para Nabi dan sahabat merupakan pelopor utama yang menjadikan bisnis sebagai ladang dunia-akhirat. Para Nabi dan sahabatlah yang menjadi pimpinan pengusaha Muslim yang tidak kapitalis. Para Nabi dan sahabatlah yang membuat bisnis begitu indah dijalankan dan begitu nikmat untuk dirasakan. Para Nabi dan sahabatlah yang menyemarakan dunia bisnis dengan cara-cara yang Islami. Para Nabi dan sahabatlah yang menjadi teladan kita semua dalam berbisnis yang Islami.
Memang sudah menjadi fitrah kalau manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang ada. Ketidakpuasannya itu justru membuat manusia menghalalkan segala cara. Berapa banyak orang yang hanya ingin memuaskan hawa nafsunya dengan cara menindas, menipu, bahkan menzalimi orang lain. Adanya penindasan dan kezaliman merupakan bukti bahwa seorang pengusaha tersebut menganut sistem kapitalis. Oleh karena itu, Allah Swt sudah menyatakan dalam Al-Qur’an untuk memakan harta dengan tidak secara bathil, karena kebathilan adalah membahayakan dan perkara yang membahayakan adalah dilarang oleh agama.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.An-Nisaa,4: 29)
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS.Al-Baqarah,2: 275)
Pengusaha yang kapitalis selalu meletakkan hawa nafsu di garda depan dengan tidak mengenal belas kasihan, tidak mengenal kompromi bahkan tidak kenal istilah sayang. Menjadi pengusaha Muslim yang tidak kapitalis tidaklah sulit melainkan mudah jika memang ada kemauan yang tinggi untuk dapat melaksanakannya. Dibawah ini adalah ciri-ciri pengusaha Muslim yang tidak kapitalis, yaitu :
1.      Berbisnis secara halal
“Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (shalat, puasa, dan lain-lain lagi)” (HR.Al-Baihaqi)
2.      Pemilik harta tidak boleh mengabaikan hak milik orang lain karena harta adalah amanah.
Allah Swt mewajibkan bagi setiap orang yang dianggap telah memiliki kelebihan dalam hartanya. Ada hak orang lain di setiap harta yang kita miliki yang harus disalurkan kembali. Oleh karena itu, kewajiban berzakat bukan persoalan ‘kasihan’ kepada para fakir miskin melainkan sebuah ‘kewajiban’ yang sudah harus dipenuhi.  Bagi pengusaha Muslim, zakat adalah pembersih diri dan harta karena dalam transaksi jual beli, seseorang tidak akan pernah lepas dari yang namanya perbuatan tercela.
3.      Keseimbangan antara keoentingan masyarakat dan individu sebagai pengusaha.
Keseimbangan disini bukan berarti harta yang dimiliki seseorang dibagi sama rata dengan masyarakat, melainkan menghargai dan menghormati serta memperhatikan kepentingan masyarakat dengan cara membantu segala keperluan sosial adalah salah satu bentuk dari keseimbangan itu sendiri. Mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri adalah bentuk rasa sosial yang tinggi yang sangat dijunjung tinggi oleh Islam. Rasulullah Saw menyatakan bahwa :
“Tidak beriman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari)
4.      Islam menekankan rasa syukur terhadap rezeki yang telah dianugerahi oleh Allah Swt.
Bersyukur merupakan salah satu kewajiban setiap orang kepada Allah Swt. Bersyukur merupakan salah satu ibadah yang mudah dilaksanakan, tidak banyak memerlukan tenaga dan pikiran. Bersyukur atas nikmat Allah mengandung dua macam aktivitas yaitu, dengan perkataan dan perbuatan. Bersyukur juga dapat menambah rezeki yang telah diterima. Sebagaimana firman Allah Swt :
“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.Ibrahim,14: 7)
5.      Pengusaha Muslim adalah pengusaha yang selalu bersikap sederhana.
Hidup sederhana adalah hidup yang bersahaja. Hidup sederhana bukan berarti hidup dalam kesusahan melainkan hidup yang penuh dengan kesederhanaan. Dengan sebuah kesederhanaan, seseorang diajak untuk dapat menjadi insan yang sosial, menghargai diri sendiri dan orang lain. Kesederhanaanlah yang tidak membawa seseorang untuk tidak hidup dalam kemewahan dan menjadikan seseorang tidak boros dalam mempergunakan hartanya.
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”(QS.Al-Israa,17: 26-27)
6.      Menggunakan harta dengan baik agar mendapatkan ridha Allah Swt.
Allah Swt menginginkan makhluk-Nya dapat mempergunakan harta yang dimiliki tidaklah sia-sia melainkan menghasilkan kemanfaatan yang luar biasa. Sebagaimana firman Allah Swt, dalam Al-Qur’an: “Bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang  bertakwa.(QS.Al-Baqarah,2: 177)
Sebagai Muslim, seringkali kita selalu pada posisi konsumen dan jarang pada posisi produsen yang notabenenya adalah pedagang. Kita sering membeli sesuatu kebutuhan pada orang non-Muslim dan kita juga sering berinteraksi semua jual beli dengan non-Muslim juga. Sebenarnya ada apa sih? Kenapa kita selalu ada di posisi konsumen terus? Kapan kita menjadi produsen? Malaysia yang begitu kuat dengan agama Islamnya, ternyata perekonomiannya tetap saja diambil alih oleh orang-orang non-Muslim. Ini menandakan bahwa kita terbelakang dalam hal ekonomi. Padahal, perekonomianlah yang menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang bahkan suatu negara sekalipun, karena perekonomianlah yang menjadi alat penggerak semua kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu, banyak negara yang disegani karena perekonomiannya bagus, sebut saja Cina, Amerika Serikat, dan negara lainnya. Begitu juga dengan orang yang memiliki banyak uang selalu dihormati oleh setiap orang. Orang seringkali menganggap seseorang berwibawa dan terhormat jika ianya adalah kaya harta, padahal terhormat tidaknya seseorang bukan karena kaya harta melainkan kaya jiwa dan perilaku nyata.
Pengalaman diatas juga memberikan kita banyak pelajaran dimana ketika kita sebagai konsumen orang non-Muslim berarti secara tidak langsung kita telah membuat orang non-Muslim menjadi lebih baik dari kita, terutama dalam hal harta. Sehingga banyak sekali dari mereka yang merasa senang dengan keberadaan kita sebagai Muslim. Tetapi, banyaknya orang Muslim yang melakukan transaksi jual beli kepada orang non-Muslim sebenarnya dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah:
1.      Karena terkadang produsen dari orang Muslim tidak menyediakan produk yang diinginkan oleh konsumen orang Muslim sendiri.
2.      Seringkali produsen orang Muslim tidak bagus dalam memberikan pelayanan, produk yang ditawarkan terkadang sering tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan, perjanjian yang dibuat terkadang dikhianati begitu saja bahkan menghubunginya pun sangat sulit sekali jika berkaitan dengan penagihan uang.
Kita sebagai orang Muslim sudah seharusnya menyiapkan strategi untuk dapat menjadi produsen penyedia produk-produk kebutuhan umat Islam. Dan sudah saatnya juga, jika kita menjadi pengusaha Muslim, kita harus menjauhi cirri-ciri pengusaha kapitalis agar semua yang kita usahakan mendapatkan keridaan Allah Swt.

Pengusaha adalah Mujahid fi Sabilillah
Mendengar istilah mujahid, mindset kita akan langsung menuju kepada istilah bom bunuh diri, perang di Palestina, perang agama, dan lain sebagainya. Seringkali kita terjebak dengan istilah tersebut. Kita selalu mengkaitkan istilah tersebut dengan tank, senjata, tentara, bahkan bom bunuh diri yang selalu dilakukan oleh orang-orang yang benci dengan dunia barat, seperti trio bomber. Seakan-akan istilah tersebut menjadi istilah negatif yang berkembang dikalangan masyarakat. Padahal, sebenarnya, istilah tersebut adalah tidaklah menakutkan melainkan menyenangkan, apalagi jika diterapkan dalam pembahasan sekarang, yaitu pengusaha adalah mujahid fi sabilillah.
Mujahid berasal dari kata jahada yang bermakna sungguh-sungguh, kekuatan atau kemampuan. Sedangkan menurut pengertian dalam agama Islam, mujahid adalah mujahid dapat bermakna sebagai seseorang yang mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan dalam memerangi orang-orang kafir baik langsung maupun tidak langsung dengan bantuan pikiran, ucapan, perbuatan atau harta untuk meninggikan kalimat Allah Swt, dan mencari ridha Allah Swt. Nah, pengertiannya sudah ada tapi lagi-lagi kok bisa yah? Seorang pengusaha juga dapat disebut sebagai mujahid fi sabilillah? Apa tidak salah? Mari kita telusuri kenapa bisa pengusaha dapat dikatakan sebagai mujahid fi sabilillah?
Istilah mujahid memang populer karena hal-hal yang berkaitan dengan perang agama, yaitu dengan mengangkat senjata pedang di medan perang untuk melawan musuh Islam. Istilah tersebut muncul sejak zaman Rasulullah Saw, yaitu ketika mereka berperang dijalan Allah Swt. Peperangan ketika itu juga bermacam-macam, seperti perang Badar, Uhud, Khandaq, dan lain sebagainya. Memang, ketika itu orang yang berperang dijalan Allah Swt, dinamakan “mujahid fi sabilillah” dan orang yang meninggal dalam peperangan itu dinamakan mati “syahid”.
Sedangkan, dalam kalimat mujahid terdapat kalimat tambahan “fi sabilillah”. Menurut Abdul Baqi Ramdi-iun, kalimat “fi sabilillah” dalam jihad memiliki makna meninggikan kalimat Allah Swt, bukan untuk tendensi yang lain. Disamping itu, kalimat “fi sabilillah” dimaksudkan untuk membedakan suatu perang dengan perang-perang lain yang dalam hal ini didorong dan dibangkitkan oleh fanatisme, etnis, ketamakan, dan hawa nafsu. Jadi, adanya tambahan “fi sabilillah” memang jihad diperuntukkan hanya untuk Allah Swt, bukan untuk yang lainnya.
Setelah sudah tidak adanya peperangan kala itu, istilah mujahid bergeser kepada peperangan terhadap hawa nafsu. Hal ini dibuktikan dengan adanya sabda Rasulullah Saw :
“Mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah.” (HR.At-Tirmidzi)
Peperangan ini tidak perlu menggunakan senjata, seperti bom, tank, bahkan tombak dan pedang, melainkan peperangan yang dipersenjatai dengan sebuah “keimanan”. Hal inilah yang menjadikan istilah jihad tetap masih ada dengan berlalunya zaman dan tidak hilang dimakan oleh masa. Istilah tersebut semakin terdengar lebih jelas dan lebih populer sebagai sebuah kerja keras yang tiada henti dalam melakukan sesuatu. Hawa nafsu diciptakan Allah Swt untuk makhluk-makhluk-Nya. Hawa nafsu adalah nyata selalu membawa seseorang kepada jurang kehancuran. Hawa nafsu harus bisa dikontrol bukan malah mengontrol. Hawa nafsu harus dikawal bukan malah mengawal. Jihad seseorang untuk menentang hawa nafsunya adalah dengan mengerahkan tenaga dan setiap naluri untuk selalu menuruti perintah Allah Swt. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin berkata bahwa tujuan jihad dalam menentang hawa nafsu ada empat :
1.      Berjihad agar nafsu tunduk dan mencari petunjuk agama yang benar.
2.      Berjihad agar nafsu tunduk untuk beramal.
3.      Berjihad supaya nafsu tunduk untuk menyebarkan dakwah.
4.      Berjihad supaya nafsu bersabar menanggung kesulitan-kesulitan menjalani dakwah kepada Allah dan segala rintangan yang dilakukan oleh musuh. Hawa nafsu selalu membuat orang merasa takut dan enggan menerima segala kesulitan dan rintangan.  Takut menghadapi musuh Allah Swt, takut mati bahkan takut kehilangan harta benda adalah pengaruh besar hawa nafsu terhadap manusia. Oleh karena itu, untuk dapat menghadapi kesulitan dan rintangan dari musuh perlu adanya jihad terhadap hawa nafsu terlebih dahulu. Ini dikarenakan agar hawa nafsu dapat tunduk dan sabar menanggung segala macam kesulitan dan kesengsaraan ketika berdakwah. Ketika berdakwah, tidaklah cukup dengan hanya menggunakan harta saja melainkan kesabaranlah yang membuat seseorang tetap tegar dan konsisten walaupun melewati rintangan besar.
Bisnis dapat menjadi sebuah jihad bukan dengan adanya peperangan didalam berbisnis melainkan sebuah pengorbanan dan kerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dan melawan hawa nafsu dalam melakukan bisnis dan menggunakan dengan baik harta hasil bisnis. Rasulullah Saw menyatakan bahwa bisnis dapat menjadi sebuah jihad jika dijalankan untuk menafkahi keluarga sebagaimana sabda beliau :
“Ada seseorang berjalan melalu tempat Rasulullah Saw, orang itu sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, andai kata bekerja semacam itu dapat digolongkan sebagai “fi sabilillah” alangkah baiknya.’ Bersabdalah Rasulullah, ‘kalau dia bekerja itu hendak menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta itu adalah fi sabilillah.” (HR.At-Thabrani)
Banyak hadits Rasulullah Saw yang memberikan pujian terhadap para mujahid fi sabilillah, diantaranya adalah sebagai berikut :
“Tempat kedudukan di barisan dalam barisan dijalan Allah adalah lebih utama disisi Allah daripada ibadahnya seseorang selama 60 tahun.” (HR.Hakim)
“Sungguh berperang perginya seseorang di pagi hari dijalan Allah atau di sore hari adalah lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.” (HR.Bukhari)
Berbisnis hanya karena kita tidak memiliki modal uang dan barang karena kita masih punya modal kepribadian dan jasa. Berapa banyak orang yang membuka bisnis jasa seperti jasa konsultan, jasa pengiriman uang, jasa penyewaan cd, rental mobil, penyewaan rumah dan lain sebagainya.
Strategi peperangan dalam sebuah peperangan adalah wajib. Dengan strategi, kita dapat mengatur segala bentuk peperangan yang akan disiapkan untuk melawan musuh disesuaikan dengan situasi dan kondisi, seperti strategi yang diusulkan oleh Salman Alfarisi dalam peperangan Khandak dan disetujui oleh Rasulullah Saw. Perang Khandak dikenal dengan perang parit karena ummat Islam menggali parit disekeliling kota Madinah untuk menghadapi orang-orang kafir yang menyerang ummat Islam. Ketika itu jumlah tentara Yahudi dan orang-orang Quraish Makkah sebanyak 10.000 orang dengan panglima perang Abu Sufian bin Harb. Sedangkan, tentara Muslim hanya berjumlah 3.000 orang yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Walau pun jumlah tentara Muslim lebih sedikit daripada jumlah tentara orang-orang kafir, tetapi dengan strategi peperangan yang jitu membuat tentara ummat Islam menang dalam peperangan tersebut. Begitu juga dengan peperangan lainnya, seperti perang Badar dan perang Uhud. Semuanya memiliki strategi perang masing-masing bergantung pada keadaan.
Dalam dunia bisnis, strategi juga harus disiapkan dengan baik karena dunia bisnis itu seperti medan perang yang belum dapat memastikan seseorang tersebut dapat keluar sebagai pemenang atau tidak. Dengan strategi bisnis, sebuah bisnis dapat dijalankan dengan baik, mulai strategi keuangan, strategi pemasaran, strategi produksi, strategi harga bahkan strategi pelayanan yang akan diberikan. Hal ini dilakukan karena agar tidak salah dalam melangkah ketika berbisnis dan menjadi pemenang dalam medan perang bisnis yang penuh dengan pesaing dan resiko kerugian.
Dalam jihad peperangan terdapat beberapa komponen yang tidak dapat terpisahkan, yaitu medan perang, panglima perang, senjata, strategi peperangan, musuh, pasukan, dan perbekalan. Jika jihad dalam berbisnis yang menjadi komponen yang tidak dapat dipisahkan, diantaranya adalah dunia berbisnis, pengusaha, modal, strategi berbisnis, pesaing bisnis, karyawan, dan perlengkapan.
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Baqarah,2 :268)
Kemiskinan memang factor banyaknya orang yang keluar dari Islam. Kemiskina pula yang menjadikan seseorang hina sehingga selalu meminta-minta. Bahkan kemiskinan juga selalu di-identikkan dengan penyakit, sampai Prof.C.E.A Winslow dalm bukunya yang merupakan analisis ekonomi tentang kesehatan menyatakan bahwa kemiskinan dan penyakit membentuk suatu lingkaran yang tak berujung pangkal. “Orang-orang menderita sakit karena mereka miskin; mereka menjadi miskin karena sakit; dan mereka semakin sakit karena mereka semakin miskin.”
Bisnis adalah salah satu bidang yang dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan zakat, infaq, dan sedekah. Bisnis juga yang menjadi salah satu medan jihad untuk dapat melawan setan yang menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan dan bisnis juga yang menjadi jihad melawan setan untuk dapat menjadi seorang pengusaha dermawan. Sudah seharusnya, kemiskinan diberantas dengan segera dan kekayaan didermakan dengan tepat agar segala tipu daya setan yang merusak keimanan dapat dicegah dan diminimalisir.
Sebenarnya kita sebagai ummat Islam yang merupakan ummat terbesar di dunia yang seharusnya dapat menguasai semua bidang, seperti bidang pertahanan,  politik, bahkan ekonomi, atau kalau tidak dapat menguasai semua paling tidak dapat menguasai satu bidang, yaitu bidang ekonomi. Berapa banyak negara Muslim di Timur Tengah dan Asia yang diberikan limpahan rezeki oleh Allah Swt, mulai dari minyak, gas, pertambangan, kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, emas, dan barang-barang tambang lainnya. Tetapi, anehnya kenapa justru dengan banyaknya kekayaan tersebut kita sebagai ummat Islam tidak dapat menjadi pemegang kekuasaan dalam bidang ekonomi? Jawabannya adalah ‘karena kita tidak dapat mengelola dan memanfaatkannya dengan baik, melainkan hanya merusaknya dengan cara menuruti hawa nafsu semata.’ Oleh karena itu, sudah saatnya kita mulai berbenah diri untuk dapat menjadi pemegang kekuasaan dalam bidang ekonomi, yaitu dengan cara meningkatkan etos kerja terutama dalam berbisnis dan menjadikan sebuah bisnis bukan hanya untuk mencari keuntungan semata melainkan menjadikan bisnis sebagai jihad menentang orang-orang kafir agar dapat menyejahterakan ummat Islam sedunia. Hal ini sudah diserukan oleh Rasulullah Saw, untuk berjihad melawan orang-orang musyrik, baik dengan harta, jiwa, dan lisan;
“Berjihadlah terhadap orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lidah kalian.” (HR.Abu Dawud)
Ingin menjadi mujahid fi sabilillah? Maka berbisnislah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga bukan malah untuk foya-foya dengan menghamburkan banyak harta. Mulailah bisnis dengan niat yang ikhlas karena Allah Swt, kemudian jalankanlah bisnis dengan baik agar bisnis tersebut selalu ada dalam kategori halal sehingga bukan hanya akan mendapatkan keuntungan uang semata melainkan pahala mujahid fi sabilillah juga.
Menjadi pebisnis Muslim adalah sebuah keuntungan yang luar biasa, karena disamping dapat membantu sesama Muslim lainnya, sebuah bisnis juga dapat menjadi jihad. Banyak keuntungan jika seseorang dapat berbisnis dengan baik dan menjadi mujahid fi sabilillah dalam dunia bisnis, diantaranya adalah sebagai berikut :
-          Mendapatkan pahala yang besar karena jihad dijalan Allah Swt adalah puncak tertinggi Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda :
“Puncak tertinggi Islam adalah jihad, tidak akan dapat mencapainya kecuali orang-orang yang paling utama diantara mereka.” (HR.Ath-Tabrani)
-          Jihad dalam berbisnis berarti beribadah kepada Allah Swt, karena jihad dijalan Allah Swt bernilai ibadah dan amalan yang lebih utama. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
“Dari Abu Dzar berkata: “Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah Saw, perbuatan apa yang paling utama?’ Beliau menjawab: ‘Iman kepada Allah dan berjihad dijalan-Nya.”(HR.Al-Bukhari dan Muslim) 


Sumber : Buku “Seven Motivations of Islamic Business” oleh Abdul Rahman Husein, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar