cover buku |
Siapa Bilang Islam
Tidak Menyuruh Kita Kaya?
Islam
mengajarkan ummatnya untuk kaya, bukan hanya kaya harta saja melainkan kaya
jiwa juga. Karena jika hanya kaya harta saja, maka sifat tamak akan muncul dan
tidak akan menghiraukan orang-orang disekelilingnya. Tetapi, jika jiwanya juga
kaya, maka kemuliaan akan terpancar dari dalam tubuhnya sehingga akan
menimbulkan sikap dermawan kepada setiap orang.
Allah
Swt sebagai Sang Pencipta yang memiliki Dzat Maha Kaya memberikan sebuah spirit
dan motivasi kepada makhluk-Nya untuk menjadi kaya. Tentunya, Dzat yang
dimiliki Allah Swt, tidaklah sama dengan istilah kaya bagi makhluk-Nya. Spirit
dan motivasi dari seruan Allah Swt, yang Maha Kaya adalah awal dari pandangan
Islam terhadap kekayaan. Kita boleh kaya, tetapi dengan kekayaan kita dapat
melakukan ibadah dengan baik, bukan malah sebaliknya. Kekayaan yang akan
menjadikan orang lalai dari beribadah kepada Allah Swt.
Setiap
orang tidak ingin hidup dalam kemiskinan dan setan menakut-nakuti dengan
kemiskinan. Ketika seseorang telah menjadi kaya, setan berbalik arah bukan
malah menakut-nakuti dengan kekayaan melainkan menyuruh orang-orang kaya untuk
menjadi orang kikir alias pelit. Ketika sudah kikir, maka tidak akan memberi, zakat,
infaq, dan sedekah maka tunggulah siksa dari Allah Swt.
Berbisnis Berarti
Beribadah
Islam
tidak memandang rendah terhadap semua pekerjaan kehidupan dunia, walaupun
secara kasatmata pekerjaan itu rendah. Dalam kacamata Islam, pekerjaan yang
baik adalah pekerjaan yang bernilai ‘ibadah’. Sekarang pertanyaannya adalah
pekerjaan apa yang bernilai ibadah? Jawabannya adalah ‘PEKERJAAN YANG HALAL DAN
BAIK’.
Sebagaimana
firman Allah Swt: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS.Al-Baqarah,2:
168)
Banyak
orang saat ini menganggap bahwa bisnis hanya sebuah aktivitas untuk meraup
keuntungan belaka. Padahal, sebenarnya
bisnis dapat menjadi sebuah ibadah juga. Inilah yang menjadi motivasi seseorang untuk dapat berbisnis secara Islam agar keuntungan yang didapat bukan hanya keuntungan uang saja, melainkan keuntungan pahala juga.
bisnis dapat menjadi sebuah ibadah juga. Inilah yang menjadi motivasi seseorang untuk dapat berbisnis secara Islam agar keuntungan yang didapat bukan hanya keuntungan uang saja, melainkan keuntungan pahala juga.
Kreatif
dan inovatif adalah modal utama dalam bersaing. Dengan melakukan inovatif dalam
pelayanan, produk, dan yang lainnya akan menjadikan arti persaingan begitu
berarti karena akan menimbulkan sesuatu yang baru dalam dunia bisnisnya.
Kreatif dalam mendesain pelayanan yang baik adalah perbuatan yang dapat
mendatangkan keuntungan baik keuntungan uang maupun pahala.
Bisnis
adalah bidang yang menjanjikan keuntungan besar. Bisnis juga dapat memberikan
peluang pekerjaan bagi siapa saja yang membutuhkan. Dengan memberikan pekerjaan
berarti kita telah membantu orang-orang dari pengangguran dan kemalasan.
Membantu orang yang sedang kesusahan dalam mencari uang untuk kebutuhan hidup
adalah ibadah. Membantu orang yang putus asa terhadap nasib yang menimpanya
karena tidak adanya perusahaan yang mau menerimanya adalah ibadah. Membantu
orang yang malas dengan menyediakan training dalam berbisnis untuk dapat
bekerja dan bergabung dalam berbisnis adalah ibadah.
Seorang
pebisnis muslim yang baik adalah seorang yang memberikan kemudahan dalam
pembayaran jika pada posisi orang yang berutang dan memberikan toleransi kepada
si pengutang jika berada pada posisi pemberi utang. Memudahkan dalam masalah
utang piutang adalah suatu ibadah.
Bisnis adalah Pintu
Gerbang Rezeki
Bisnis
adalah pintu gerbang rezeki. Pintu gerbang merupakan titik awal bergeraknya
langkah untuk melihat misteri yang tersimpan didalamnya, karena dibalik setiap
pintu tersimpan misteri besar dalam hal ini adalah misteri rezeki.
Tidak
adanya prinsip membuat seseorang itu selalu bosan dengan bidang yang
digelutinya. Tidak mengenal waktu dan keadaan, yang jelas walaupun baru
berbisnis satu minggu atau satu bulan kalau sudah bosan, maka dunia bisnis akan
ditinggalkan olehnya dan beralih profesi lain. Orang yang seperti ini selalu
dalam risiko kerugian yang luar biasa. Kerugian yang paling besar adalah kerugian
prinsip.
Islam
melalui Rasulullah Saw, selalu mencontohkan betapa besar peran bisnis dalam
dunia ini. Bisnis begitu besar dalam membantu perekonomian Negara. Bisnis
begitu menjanjikan untuk sebuah kesuksesan. Rasulullah Saw sendiri menjalani
dunia bisnis sejak beliau kecil hingga menikah dengan Khadijah yang notabenenya
juga seorang pengusaha wanita.
Islam
memandang penting dunia bisnis tetapi Islam juga mengatur dunia bisnis agar
semua bisnis yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam sehingga mendapatkan
ridho Allah Swt. Islam menginginkan ummatnya seimbang dalam menjalankan
kehidupan. Maksudnya, dunia adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi, dan
akhirat adalah sebuah impian yang harus diraih. Karena dunia bukanlah sebagai
tujuan hidup tetapi dunia dapat dijadikan sebagai wasilah untuk mendapatkan
tujuan hidup yaitu akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt, dalam Al-Qur’an:
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash,28:77)
“Sembilan dari
sepuluh pintu rezeki ada pada perniagaan.” (HR.Ahmad)
Banyak pebisnis yang tidak
memiliki ilmu pengetahuan yang luas tetapi memiliki segudang pengalaman
sehingga dapat menjalankan dunia bisnis dengan lancar. Pengalamanlah yang
membuat seseorang menjadi bangkit untuk dapat memperbaiki dari segala kegagalan
yang pernah terjadi. Pengalamanlah yang membuat seseorang terus termotivasi
untuk terus menjalankan segala apa yang ia tekuni. Pengalamanlah yang membuat
seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya untuk terus melangkah.
Kebebasan dalam berkreasi dan
berekspresi adalah sesuatu yang tidak dapat dibayar dengan uang. Kebebasan
adalah anugerah dari Allah Swt, yang diberikan kepada manusia, kebebasan disini
adalah sebuah kebebasan yang bukan berarti tidak ada batasannya tetapi
kebebasan yang tidak terikat dalam masalah pekerjaan dan mencari kebutuhan
hidup. Kebebasan disini juga merupakan rezeki yang perlu disyukuri karena
dengan adanya kebebasan dalam mengurus bisnis kita sendiri dan kita juga dapat
dengan bebas mengurus manajemen bisnis itu sendiri dan kita juga dapat dengan
bebas mengembangkan kreasi dan inovasi untuk produk yang akan dibisniskan.
Banyak karyawan yang meninggalkan
shalat dan puasa karena adanya peraturan di sebuah perusahaan tempat ia
bekerja. Banyak juga orang yang tidak memakai jilbab hanya karena tidak adanya
peraturan yang membolehkan dari perusahaan setempat. Dan banyak lagi ibadah
lain yang seringkali berbenturan dengan peraturan perusahaan. Hal inilah yang
menyebabkan kebebasan dalam mengurus diri sendiri, mengurus ibadah dan lainnya
menjadi terhambat bahkan bisa terhalang. Ada juga orang yang telat menikah
karena tidak diperbolehkan oleh perusahaan jika ingin menjadi karyawan di
perusahaan tersebut karena menurut perusahaan, orang yang sudah menikah akan
sempit ruang lingkupnya dalam berkarya dan berinovasi karena terganjal adanya
sebuah peraturan dalam rumah tangga dan harus mengurus ini dan itu. Tentu
inilah yang menjadikan kebebasan dalam berbisnis sebagai rezeki terbesar yang
harus disyukuri. Menjadi sebuah kerugian yang luar biasa jika hanya karena
pekerjaan kita meninggalkan segala ibadah yang telah diwajibkan kepada kita
sebagai Muslim. Menjadi sebuah perkara yang naif jika harus melepaskan jilbab
hanya mengejar kehidupan duniawi semata, yaitu dengan bekerja kepada orang
lain.
Ada sebuah cerita kawan saya yang
bekerja disebuah perusahaan travel di Aceh harus keluar dari perusahaannya lantaran
ketika itu dia disibukkan oleh pekerjaannya dan pengusaha travel membuat
peraturan untuk tidak berhenti beroperasi hanya karena shalat. Karena kawan
saya itu lebih mementingkan agama, makanya dia langsung keluar dari perusahaan
tersebut. Sekarang pertanyaannya adalah apakah Anda dapat melakukan hal
tersebut (keluar dari perusahaan) karena ibadah Anda terganjal atau bahkan
terhalangi karena adanya peraturan dari perusahaan? Jawabannya adalah ada pada
diri Anda. Intinya adalah bisnis bukan saja menjadi pintu gerbang rezeki sebuah
kebebasan dalam melangkah, beribadah, dan lain sebagainya. Itulah bisnis yang
menjadi sebuah pintu gerbang utama untuk segala rezeki yang ada.
Dalam dunia bisnis kita tidak
diatur oleh peraturan atasan atau peraturan perusahaan, tetapi kita diatur
dengan sebuah kesadaran dari diri kita sendiri. Jika kita mau maju, maka
kesadaran untuk maju harus benar-benar terpatri dari dalam diri kita. Oleh
sebab itu, wajar saja jika dalam dunia bisnis ada yang berkembang dan ada juga
yang tidak berkembang alias tetap seumur hidup menggeluti di bidang itu saja.
Ini dikarenakan kesadaran tersebut tidak ditingkatkan bahkan dibiarkan.
Sabar dalam menghadapi masalah
dan musibah adalah modal utama dalam melangkah menuju kesuksesan. Sabar dalam
bermuamalah adalah kunci kejayaan seseorang dalam meraih keuntungan. Sabar
dalam menghadapi orang yang marah dan complain adalah kunci kesuksesan dalam
mengambil hati para pelanggan dan pembeli lainnya.
Sebenarnya, apa yang telah
diberikan kepada kita semuanya adalah nikmat dari Allah Swt, baik sedih,
gembira, tetawa, dan lain sebagainya. Kegagalan merupakan nikmat dari Allah Swt,
jika kegagalan dihadapi dengan sabar dan tawakkal serta berikhtiar. Tetapi
sebaliknya, kegagalan akan menjadi sebuah siksa jika dihadapi dengan penuh
emosi, pesimis, dan tidak sabar serta tidak berpikir kalau semua adalah
kehendak Allah yang Maha Kuasa.
Bisnis adalah Sang
Penolong
Keinginan Allah Swt dalam
menciptakan makhluk-Nya selain untuk saling mengenal satu sama lain adalah
untuk dapat saling menolong juga. Ibarat
pepatah bilang “tak kenal maka tak sayang”, memang ada benarnya, karena jika
seseorang tidak saling mengenal satu sama lain maka tidak akan timbul untuk
memberikan kasih sayangnya sehingga tidak ada keinginan untuk saling menolong
antar satu sama lain. Semuanya menjadi satu dalam ruang lingkup dunia sehingga
secara tidak langsung mereka dituntut untuk saling mengenal, memahami,
menghargai bahkan saling menolong satu sama lain. Keadaan seperti ini memang
sudah diatur oleh Allah Swt. Sebagaimana dalam Al-Qur’an : “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal. (QS.Al-Hujuraat,49: 13)
Menolong antar sesama manusia
adalah perbuatan terpuji yang mendapatkan ganjaran dari-Nya. Menolong juga dapat menjadi sebuah pahlawan hidup yang
senantiasa selalu ada dan siap menjadi penolong juga di saat yang tak terduga.
Banyak orang yang menolong orang lain kemudian suatu saat orang tersebut
ditolong juga oleh orang lain. Sejatinya, pertolongan itu datang dari Allah
Swt, melalui perantara makhluk-makhluk-Nya. Justru dengan adanya rasa saling
menolong antar manusia menandakan bahwa manusia itu adalah lemah yang tidak
dapat hidup sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus saling
berinteraksi dan memerlukan bantuan orang lain. Allah Swt menciptakan manusia
sebagai makhluk yang lemah walaupun dalam masyarakat ia adalah seseorang yang
kuat dan memiliki kedudukan yang tinggi. Disisi Allah Swt, semuanya adalah
lemah kecuali Dzat-Nya yang Maha Kuat. Sejak penciptaan manusia yang berasal
dari setetes air mani merupakan sebuah gambaran kalau manusia itu berasal dari
sesuatu yang hina dan lemah. Justru, dengan sifat asalnya manusia yang lemah
menjadikan manusia harus lebih mengerti dan memahami jati dirinya sehingga
dapat lebih berarti dalam sebuah kehidupan dengan bersama-sama saling mengisi
kekurangan dengan kelebihan masing-masing individu.
“Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan sifat lemah.”
(QS.An-Nisaa,4: 28)
“Allah,
Dialah yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya
dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS.Ar-Ruum,30: 54)
Pertolongan tidak mengenal siapa
orangnya, pangkatnya, jenis kelaminnya bahkan agamanya, tetapi dalam
pertolongan harus mengenal apakah menolong dalam kebaikan atau keburukan karena
Allah Swt, selalu menegaskan untuk saling menolong dalam kebaikan akan membawa
seseorang mendapatkan ganjaran pahala dan sebaliknya menolong dalam keburukan
atau dosa akan menjadikan seseorang lebih hina dalam gelimangan dosa. Menjadi
seorang penolong adalah sebuah impian yang mesti direalisasikan karena menolong
antar sesama adalah perbuatan yang memiliki kedudukan tinggi disisi Allah Swt.
Allah Swt sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang suka tolong-menolong. Oleh
karena itu, saling tolong menolonglah antar sesama makhluk Allah Swt, jika
engkau ingin menjadi kekasih Allah Swt. Allah Swt selalu menolong bagi setiap
hamba-Nya yang menolong saudara-saudaranya. Manusia hidup di dunia tidaklah
sendiri melainkan bersama-sama dengan manusia lain sehingga menjadikan setiap
manusia untuk memiliki sikap sosialis antar sesama bukan malah bersikap
individualis.
Sang penolong, merupakan pangkat
bagi siapa saja yang dapat memberikan pertolongan kepada orang yang
membutuhkan. Baik dalam kapasitas orang maupun pekerjaan. Dalam kapasitas
pekerjaan, bisnis merupakan salah satu pekerjaan yang mendapatkan pangkat
sebagai sang penolong karena bisnis dapat menjadi penolong setiap orang. Banyak
orang yang mengira bahwa sebenarnya bisnis itu hanya sebuah pekerjaan biasa
saja dan tidak menyangka kalau bisnis merupakan sang penolong juga.
Segala kebutuhan hidup mulai dari
makanan, minuman dan pakaian, tempat tinggal, kendaraan serta barang-barang
lainnya tentu mengalami perkembangan dan semuanya hanya dapat terpenuhi dengan
adanya sebuah bisnis. Tanpa bisnis, seseorang akan kesulitan untuk mendapatkan
kebutuhan sehari-harinya.
Bisnis dapat menampung para
pekerja yang menganggur, bisnis juga dapat memberikan pemasukan uang dan
pengalaman bagi setiap orang, bisnis juga dapat menjadi sumber kehidupan bagi
setiap orang. Oleh karena itu, Islam memandang penting sebuah bisnis karena
bisnis dapat menjadi penolong dalam membuka lahan pekerjaan. Bisnis dapat
menjadi penolong setiap orang yang membutuhkan dan mengalami kesulitan sehingga
banyak bisnis yang bermunculan bak jamur di musim hujan. Semuanya
berlomba-lomba mengambil peluang bisnis dengan cara mengetahui apa yang
diinginkan para konsumen.
Menjadi Pengusaha
Muslim yang Tidak Kapitalis
Para Nabi dan sahabat merupakan pelopor
utama yang menjadikan bisnis sebagai ladang dunia-akhirat. Para Nabi dan
sahabatlah yang menjadi pimpinan pengusaha Muslim yang tidak kapitalis. Para
Nabi dan sahabatlah yang membuat bisnis begitu indah dijalankan dan begitu
nikmat untuk dirasakan. Para Nabi dan sahabatlah yang menyemarakan dunia bisnis
dengan cara-cara yang Islami. Para Nabi dan sahabatlah yang menjadi teladan
kita semua dalam berbisnis yang Islami.
Memang sudah menjadi fitrah kalau
manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang ada. Ketidakpuasannya itu
justru membuat manusia menghalalkan segala cara. Berapa banyak orang yang hanya
ingin memuaskan hawa nafsunya dengan cara menindas, menipu, bahkan menzalimi
orang lain. Adanya penindasan dan kezaliman merupakan bukti bahwa seorang
pengusaha tersebut menganut sistem kapitalis. Oleh karena itu, Allah Swt sudah
menyatakan dalam Al-Qur’an untuk memakan harta dengan tidak secara bathil,
karena kebathilan adalah membahayakan dan perkara yang membahayakan adalah
dilarang oleh agama.
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS.An-Nisaa,4: 29)
“Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba.” (QS.Al-Baqarah,2: 275)
Pengusaha yang kapitalis selalu
meletakkan hawa nafsu di garda depan dengan tidak mengenal belas kasihan, tidak
mengenal kompromi bahkan tidak kenal istilah sayang. Menjadi pengusaha Muslim
yang tidak kapitalis tidaklah sulit melainkan mudah jika memang ada kemauan
yang tinggi untuk dapat melaksanakannya. Dibawah ini adalah ciri-ciri
pengusaha Muslim yang tidak kapitalis, yaitu :
1.
Berbisnis
secara halal
“Mencari
rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (shalat, puasa,
dan lain-lain lagi)” (HR.Al-Baihaqi)
2.
Pemilik
harta tidak boleh mengabaikan hak milik orang lain karena harta adalah amanah.
Allah
Swt mewajibkan bagi setiap orang yang dianggap telah memiliki kelebihan dalam
hartanya. Ada hak orang lain di setiap harta yang kita miliki yang harus
disalurkan kembali. Oleh karena itu, kewajiban berzakat bukan persoalan
‘kasihan’ kepada para fakir miskin melainkan sebuah ‘kewajiban’ yang sudah
harus dipenuhi. Bagi pengusaha Muslim,
zakat adalah pembersih diri dan harta karena dalam transaksi jual beli, seseorang
tidak akan pernah lepas dari yang namanya perbuatan tercela.
3.
Keseimbangan
antara keoentingan masyarakat dan individu sebagai pengusaha.
Keseimbangan
disini bukan berarti harta yang dimiliki seseorang dibagi sama rata dengan
masyarakat, melainkan menghargai dan menghormati serta memperhatikan
kepentingan masyarakat dengan cara membantu segala keperluan sosial adalah
salah satu bentuk dari keseimbangan itu sendiri. Mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri adalah bentuk rasa sosial yang tinggi yang sangat
dijunjung tinggi oleh Islam. Rasulullah Saw menyatakan bahwa :
“Tidak
beriman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari)
4.
Islam
menekankan rasa syukur terhadap rezeki yang telah dianugerahi oleh Allah Swt.
Bersyukur
merupakan salah satu kewajiban setiap orang kepada Allah Swt. Bersyukur
merupakan salah satu ibadah yang mudah dilaksanakan, tidak banyak memerlukan
tenaga dan pikiran. Bersyukur atas nikmat Allah mengandung dua macam aktivitas
yaitu, dengan perkataan dan perbuatan. Bersyukur juga dapat menambah rezeki
yang telah diterima. Sebagaimana firman Allah Swt :
“Dan
(ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.Ibrahim,14: 7)
5.
Pengusaha
Muslim adalah pengusaha yang selalu bersikap sederhana.
Hidup
sederhana adalah hidup yang bersahaja. Hidup sederhana bukan berarti hidup
dalam kesusahan melainkan hidup yang penuh dengan kesederhanaan. Dengan sebuah
kesederhanaan, seseorang diajak untuk dapat menjadi insan yang sosial,
menghargai diri sendiri dan orang lain. Kesederhanaanlah yang tidak membawa
seseorang untuk tidak hidup dalam kemewahan dan menjadikan seseorang tidak
boros dalam mempergunakan hartanya.
“Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.”(QS.Al-Israa,17: 26-27)
6.
Menggunakan
harta dengan baik agar mendapatkan ridha Allah Swt.
Allah
Swt menginginkan makhluk-Nya dapat mempergunakan harta yang dimiliki tidaklah
sia-sia melainkan menghasilkan kemanfaatan yang luar biasa. Sebagaimana firman
Allah Swt, dalam Al-Qur’an: “Bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi, dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.(QS.Al-Baqarah,2: 177)
Sebagai
Muslim, seringkali kita selalu pada posisi konsumen dan jarang pada posisi
produsen yang notabenenya adalah pedagang. Kita sering membeli sesuatu
kebutuhan pada orang non-Muslim dan kita juga sering berinteraksi semua jual
beli dengan non-Muslim juga. Sebenarnya ada apa sih? Kenapa kita selalu ada di
posisi konsumen terus? Kapan kita menjadi produsen? Malaysia yang begitu kuat
dengan agama Islamnya, ternyata perekonomiannya tetap saja diambil alih oleh
orang-orang non-Muslim. Ini menandakan bahwa kita terbelakang dalam hal
ekonomi. Padahal, perekonomianlah yang menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang
bahkan suatu negara sekalipun, karena perekonomianlah yang menjadi alat
penggerak semua kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu, banyak negara yang
disegani karena perekonomiannya bagus, sebut saja Cina, Amerika Serikat, dan
negara lainnya. Begitu juga dengan orang yang memiliki banyak uang selalu
dihormati oleh setiap orang. Orang seringkali menganggap seseorang berwibawa
dan terhormat jika ianya adalah kaya harta, padahal terhormat tidaknya
seseorang bukan karena kaya harta melainkan kaya jiwa dan perilaku nyata.
Pengalaman
diatas juga memberikan kita banyak pelajaran dimana ketika kita sebagai
konsumen orang non-Muslim berarti secara tidak langsung kita telah membuat
orang non-Muslim menjadi lebih baik dari kita, terutama dalam hal harta.
Sehingga banyak sekali dari mereka yang merasa senang dengan keberadaan kita
sebagai Muslim. Tetapi, banyaknya orang Muslim yang melakukan transaksi jual beli
kepada orang non-Muslim sebenarnya dikarenakan beberapa faktor, diantaranya
adalah:
1. Karena terkadang produsen dari
orang Muslim tidak menyediakan produk yang diinginkan oleh konsumen orang
Muslim sendiri.
2. Seringkali produsen orang Muslim
tidak bagus dalam memberikan pelayanan, produk yang ditawarkan terkadang sering
tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan, perjanjian yang dibuat terkadang
dikhianati begitu saja bahkan menghubunginya pun sangat sulit sekali jika
berkaitan dengan penagihan uang.
Kita sebagai orang Muslim sudah
seharusnya menyiapkan strategi untuk dapat menjadi produsen penyedia
produk-produk kebutuhan umat Islam. Dan sudah saatnya juga, jika kita menjadi
pengusaha Muslim, kita harus menjauhi cirri-ciri pengusaha kapitalis agar semua
yang kita usahakan mendapatkan keridaan Allah Swt.
Pengusaha
adalah Mujahid fi Sabilillah
Mendengar istilah
mujahid, mindset kita akan langsung menuju kepada istilah bom bunuh diri,
perang di Palestina, perang agama, dan lain sebagainya. Seringkali kita
terjebak dengan istilah tersebut. Kita selalu mengkaitkan istilah tersebut
dengan tank, senjata, tentara, bahkan bom bunuh diri yang selalu dilakukan oleh
orang-orang yang benci dengan dunia barat, seperti trio bomber. Seakan-akan
istilah tersebut menjadi istilah negatif yang berkembang dikalangan masyarakat.
Padahal, sebenarnya, istilah tersebut adalah tidaklah menakutkan melainkan
menyenangkan, apalagi jika diterapkan dalam pembahasan sekarang, yaitu
pengusaha adalah mujahid fi sabilillah.
Mujahid berasal dari
kata jahada yang bermakna sungguh-sungguh, kekuatan atau kemampuan. Sedangkan
menurut pengertian dalam agama Islam, mujahid adalah mujahid dapat bermakna
sebagai seseorang yang mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan dalam memerangi
orang-orang kafir baik langsung maupun tidak langsung dengan bantuan pikiran,
ucapan, perbuatan atau harta untuk meninggikan kalimat Allah Swt, dan mencari
ridha Allah Swt. Nah, pengertiannya sudah ada tapi lagi-lagi kok bisa yah?
Seorang pengusaha juga dapat disebut sebagai mujahid fi sabilillah? Apa tidak
salah? Mari kita telusuri kenapa bisa pengusaha dapat dikatakan sebagai mujahid
fi sabilillah?
Istilah mujahid
memang populer karena hal-hal yang berkaitan dengan perang agama, yaitu dengan
mengangkat senjata pedang di medan perang untuk melawan musuh Islam. Istilah
tersebut muncul sejak zaman Rasulullah Saw, yaitu ketika mereka berperang
dijalan Allah Swt. Peperangan ketika itu juga bermacam-macam, seperti perang
Badar, Uhud, Khandaq, dan lain sebagainya. Memang, ketika itu orang yang
berperang dijalan Allah Swt, dinamakan “mujahid fi sabilillah” dan orang yang
meninggal dalam peperangan itu dinamakan mati “syahid”.
Sedangkan, dalam
kalimat mujahid terdapat kalimat tambahan “fi sabilillah”. Menurut Abdul Baqi
Ramdi-iun, kalimat “fi sabilillah” dalam jihad memiliki makna meninggikan
kalimat Allah Swt, bukan untuk tendensi yang lain. Disamping itu, kalimat “fi
sabilillah” dimaksudkan untuk membedakan suatu perang dengan perang-perang lain
yang dalam hal ini didorong dan dibangkitkan oleh fanatisme, etnis, ketamakan,
dan hawa nafsu. Jadi, adanya tambahan “fi sabilillah” memang jihad
diperuntukkan hanya untuk Allah Swt, bukan untuk yang lainnya.
Setelah sudah tidak
adanya peperangan kala itu, istilah mujahid bergeser kepada peperangan terhadap
hawa nafsu. Hal ini dibuktikan dengan adanya sabda Rasulullah Saw :
“Mujahid adalah
orang yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah.” (HR.At-Tirmidzi)
Peperangan ini tidak
perlu menggunakan senjata, seperti bom, tank, bahkan tombak dan pedang,
melainkan peperangan yang dipersenjatai dengan sebuah “keimanan”. Hal inilah
yang menjadikan istilah jihad tetap masih ada dengan berlalunya zaman dan tidak
hilang dimakan oleh masa. Istilah tersebut semakin terdengar lebih jelas dan
lebih populer sebagai sebuah kerja keras yang tiada henti dalam melakukan
sesuatu. Hawa nafsu diciptakan Allah Swt untuk makhluk-makhluk-Nya. Hawa nafsu
adalah nyata selalu membawa seseorang kepada jurang kehancuran. Hawa nafsu
harus bisa dikontrol bukan malah mengontrol. Hawa nafsu harus dikawal bukan
malah mengawal. Jihad seseorang untuk menentang hawa nafsunya adalah dengan
mengerahkan tenaga dan setiap naluri untuk selalu menuruti perintah Allah Swt.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin berkata bahwa tujuan jihad dalam
menentang hawa nafsu ada empat :
1.
Berjihad
agar nafsu tunduk dan mencari petunjuk agama yang benar.
2.
Berjihad
agar nafsu tunduk untuk beramal.
3.
Berjihad
supaya nafsu tunduk untuk menyebarkan dakwah.
4.
Berjihad
supaya nafsu bersabar menanggung kesulitan-kesulitan menjalani dakwah kepada
Allah dan segala rintangan yang dilakukan oleh musuh. Hawa nafsu selalu membuat
orang merasa takut dan enggan menerima segala kesulitan dan rintangan. Takut menghadapi musuh Allah Swt, takut mati
bahkan takut kehilangan harta benda adalah pengaruh besar hawa nafsu terhadap
manusia. Oleh karena itu, untuk dapat menghadapi kesulitan dan rintangan dari
musuh perlu adanya jihad terhadap hawa nafsu terlebih dahulu. Ini dikarenakan
agar hawa nafsu dapat tunduk dan sabar menanggung segala macam kesulitan dan
kesengsaraan ketika berdakwah. Ketika berdakwah, tidaklah cukup dengan hanya
menggunakan harta saja melainkan kesabaranlah yang membuat seseorang tetap
tegar dan konsisten walaupun melewati rintangan besar.
Bisnis dapat menjadi sebuah jihad
bukan dengan adanya peperangan didalam berbisnis melainkan sebuah pengorbanan
dan kerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dan melawan hawa nafsu
dalam melakukan bisnis dan menggunakan dengan baik harta hasil bisnis.
Rasulullah Saw menyatakan bahwa bisnis dapat menjadi sebuah jihad jika
dijalankan untuk menafkahi keluarga sebagaimana sabda beliau :
“Ada seseorang berjalan melalu
tempat Rasulullah Saw, orang itu sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas.
Para sahabat lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, andai kata bekerja semacam itu dapat
digolongkan sebagai “fi sabilillah” alangkah baiknya.’ Bersabdalah Rasulullah,
‘kalau dia bekerja itu hendak menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu
adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang
sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan
dirinya sendiri agar tidak meminta-minta itu adalah fi sabilillah.”
(HR.At-Thabrani)
Banyak hadits Rasulullah Saw yang
memberikan pujian terhadap para mujahid fi sabilillah, diantaranya adalah
sebagai berikut :
“Tempat kedudukan di barisan
dalam barisan dijalan Allah adalah lebih utama disisi Allah daripada ibadahnya
seseorang selama 60 tahun.” (HR.Hakim)
“Sungguh berperang perginya
seseorang di pagi hari dijalan Allah atau di sore hari adalah lebih baik
daripada dunia dan seluruh isinya.” (HR.Bukhari)
Berbisnis hanya karena kita tidak
memiliki modal uang dan barang karena kita masih punya modal kepribadian dan
jasa. Berapa banyak orang yang membuka bisnis jasa seperti jasa konsultan, jasa
pengiriman uang, jasa penyewaan cd, rental mobil, penyewaan rumah dan lain
sebagainya.
Strategi peperangan dalam sebuah
peperangan adalah wajib. Dengan strategi, kita dapat mengatur segala bentuk
peperangan yang akan disiapkan untuk melawan musuh disesuaikan dengan situasi
dan kondisi, seperti strategi yang diusulkan oleh Salman Alfarisi dalam
peperangan Khandak dan disetujui oleh Rasulullah Saw. Perang Khandak dikenal
dengan perang parit karena ummat Islam menggali parit disekeliling kota Madinah
untuk menghadapi orang-orang kafir yang menyerang ummat Islam. Ketika itu
jumlah tentara Yahudi dan orang-orang Quraish Makkah sebanyak 10.000 orang
dengan panglima perang Abu Sufian bin Harb. Sedangkan, tentara Muslim hanya
berjumlah 3.000 orang yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Saw. Walau pun
jumlah tentara Muslim lebih sedikit daripada jumlah tentara orang-orang kafir,
tetapi dengan strategi peperangan yang jitu membuat tentara ummat Islam menang
dalam peperangan tersebut. Begitu juga dengan peperangan lainnya, seperti
perang Badar dan perang Uhud. Semuanya memiliki strategi perang masing-masing
bergantung pada keadaan.
Dalam dunia bisnis, strategi juga
harus disiapkan dengan baik karena dunia bisnis itu seperti medan perang yang
belum dapat memastikan seseorang tersebut dapat keluar sebagai pemenang atau
tidak. Dengan strategi bisnis, sebuah bisnis dapat dijalankan dengan baik,
mulai strategi keuangan, strategi pemasaran, strategi produksi, strategi harga
bahkan strategi pelayanan yang akan diberikan. Hal ini dilakukan karena agar
tidak salah dalam melangkah ketika berbisnis dan menjadi pemenang dalam medan
perang bisnis yang penuh dengan pesaing dan resiko kerugian.
Dalam jihad peperangan terdapat
beberapa komponen yang tidak dapat terpisahkan, yaitu medan perang, panglima
perang, senjata, strategi peperangan, musuh, pasukan, dan perbekalan. Jika
jihad dalam berbisnis yang menjadi komponen yang tidak dapat dipisahkan,
diantaranya adalah dunia berbisnis, pengusaha, modal, strategi berbisnis,
pesaing bisnis, karyawan, dan perlengkapan.
“Setan menjanjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Baqarah,2 :268)
Kemiskinan memang factor
banyaknya orang yang keluar dari Islam. Kemiskina pula yang menjadikan
seseorang hina sehingga selalu meminta-minta. Bahkan kemiskinan juga selalu
di-identikkan dengan penyakit, sampai Prof.C.E.A Winslow dalm bukunya yang
merupakan analisis ekonomi tentang kesehatan menyatakan bahwa kemiskinan dan
penyakit membentuk suatu lingkaran yang tak berujung pangkal. “Orang-orang
menderita sakit karena mereka miskin; mereka menjadi miskin karena sakit; dan
mereka semakin sakit karena mereka semakin miskin.”
Bisnis adalah salah satu bidang
yang dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dengan menyediakan lapangan
pekerjaan dan memberikan zakat, infaq, dan sedekah. Bisnis juga yang menjadi
salah satu medan jihad untuk dapat melawan setan yang menakut-nakuti manusia
dengan kemiskinan dan bisnis juga yang menjadi jihad melawan setan untuk dapat
menjadi seorang pengusaha dermawan. Sudah seharusnya, kemiskinan diberantas
dengan segera dan kekayaan didermakan dengan tepat agar segala tipu daya setan
yang merusak keimanan dapat dicegah dan diminimalisir.
Sebenarnya kita sebagai ummat
Islam yang merupakan ummat terbesar di dunia yang seharusnya dapat menguasai
semua bidang, seperti bidang pertahanan,
politik, bahkan ekonomi, atau kalau tidak dapat menguasai semua paling
tidak dapat menguasai satu bidang, yaitu bidang ekonomi. Berapa banyak negara
Muslim di Timur Tengah dan Asia yang diberikan limpahan rezeki oleh Allah Swt,
mulai dari minyak, gas, pertambangan, kekayaan hutan, perkebunan, kelautan,
emas, dan barang-barang tambang lainnya. Tetapi, anehnya kenapa justru dengan
banyaknya kekayaan tersebut kita sebagai ummat Islam tidak dapat menjadi
pemegang kekuasaan dalam bidang ekonomi? Jawabannya adalah ‘karena kita tidak
dapat mengelola dan memanfaatkannya dengan baik, melainkan hanya merusaknya
dengan cara menuruti hawa nafsu semata.’ Oleh karena itu, sudah saatnya kita
mulai berbenah diri untuk dapat menjadi pemegang kekuasaan dalam bidang
ekonomi, yaitu dengan cara meningkatkan etos kerja terutama dalam berbisnis dan
menjadikan sebuah bisnis bukan hanya untuk mencari keuntungan semata melainkan
menjadikan bisnis sebagai jihad menentang orang-orang kafir agar dapat
menyejahterakan ummat Islam sedunia. Hal ini sudah diserukan oleh Rasulullah
Saw, untuk berjihad melawan orang-orang musyrik, baik dengan harta, jiwa, dan
lisan;
“Berjihadlah terhadap orang-orang
musyrik dengan harta, jiwa, dan lidah kalian.” (HR.Abu Dawud)
Ingin menjadi mujahid fi
sabilillah? Maka berbisnislah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga bukan
malah untuk foya-foya dengan menghamburkan banyak harta. Mulailah bisnis dengan
niat yang ikhlas karena Allah Swt, kemudian jalankanlah bisnis dengan baik agar
bisnis tersebut selalu ada dalam kategori halal sehingga bukan hanya akan
mendapatkan keuntungan uang semata melainkan pahala mujahid fi sabilillah juga.
Menjadi pebisnis Muslim adalah
sebuah keuntungan yang luar biasa, karena disamping dapat membantu sesama
Muslim lainnya, sebuah bisnis juga dapat menjadi jihad. Banyak keuntungan jika
seseorang dapat berbisnis dengan baik dan menjadi mujahid fi sabilillah dalam
dunia bisnis, diantaranya adalah sebagai berikut :
-
Mendapatkan
pahala yang besar karena jihad dijalan Allah Swt adalah puncak tertinggi Islam.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda :
“Puncak
tertinggi Islam adalah jihad, tidak akan dapat mencapainya kecuali orang-orang
yang paling utama diantara mereka.” (HR.Ath-Tabrani)
-
Jihad
dalam berbisnis berarti beribadah kepada Allah Swt, karena jihad dijalan Allah
Swt bernilai ibadah dan amalan yang lebih utama. Sebagaimana sabda Rasulullah
Saw :
“Dari
Abu Dzar berkata: “Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah Saw, perbuatan apa yang
paling utama?’ Beliau menjawab: ‘Iman kepada Allah dan berjihad dijalan-Nya.”(HR.Al-Bukhari
dan Muslim)
Sumber
: Buku “Seven Motivations of Islamic Business” oleh Abdul Rahman Husein, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar